Tahapan persidangan pidana, berbeda dengan proses persidangan Tata Usaha Negara dan Perdata. Persidangan pidana ini tentu saja mengikuti hukum acara yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Melalui artikel ini, saya mencoba mengupas apa saja tahapan persidangan pidana. Bagaimana proses, dan apa saja yang dilakukan. Untuk itu, simak artikel ini hingga selesai.
Daftar Isi
10 Tahapan Persidangan Pidana
Proses persidangan pidana tersebut antara lain:
- Sidang Dinyatakan Dibuka dan Terbuka untuk Umum
- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diperintahkan Membawa Terdakwa
- Pertanyaan: Identitas, Kondisi Kesehatan, dan Penasihat Hukum Terdakwa
- Pembacaan Surat Dakwaan
- Nota Keberatan (Eksepsi)
- Tanggapan JPU terhadap Eksepsi
- Putusan Sela
- Pembuktian
- Pemeriksaan Terdakwa
- Surat Tuntutan (Requisitoir)
- Nota Pembelaan (Pleidooi)
- Replik
- Duplik
- Putusan Akhir
Secara umum, terdapat 14 tahapan persidangan pidana yang akan dihadapi seorang terdakwa di dalam pengadilan. Namun, pada intinya, sepuluh proses persidangan yang harus dilalui. Untuk itu, mari kita bahas satu per satu tahapan-tahapan tersebut.
Sidang Dinyatakan Dibuka dan Terbuka untuk Umum
Tahapan persidangan pidana yang akan dihadapi terdakwa adalah mendengar ucapan ketua Majelis Hakim sidang dibuka dan terbuka untuk umum. Akan tetapi, tidak semua sidang terbuka untuk umum. Adakalanya sidang tertutup untuk umum.
Sidang tertutup untuk umum ini biasanya terkait dengan perkara anak yang berhadapan dengan hukum. Atau menyangkut tindak pidana asusila.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diperintahkan Membawa Terdakwa
Tahapan selanjutnya adalah Majelis Hakim akan memerintahkan JPU untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas.
Pertanyaan: Identitas, Kondisi Kesehatan, dan Penasihat Hukum Terdakwa
Setelah itu, Majelis Hakim akan memverifikasi identitas yang akan ditanyakan kepada terdakwa. pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain, apakah benar nama terdakwa adalah A. Selain itu, pekerjaan, pendidikan, agama, tempat tanggal lahir, dan lainnya. Apabila ternyata identitas sudah benar, terdakwa akan ditanyakan
“apakah sudah menerima salinan surat dakwaan atau belum”.
Di samping itu, Majelis Hakim akan menanyakan terkait dengan kondisi kesehatan terdakwa. apabila ternyata terdakwa dalam keadaan sehat, maka sidang dilanjutkan.
Selain pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut dengan identitas dan kondisi kesehatan, terdakwa juga akan ditanyakan, “apakah akan didampingi Penasihat Hukum atau tidak”.
Pertanyaan oleh Majelis Hakim tersebut dilakukan karena terkait dengan hak-hak terdakwa. salah satu hak terdakwa adalah didampingi Advokat atau Penasihat Hukum di depan persidangan. Hal ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP—dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Apabila ternyata terdakwa tidak menggunakan Penasihat Hukum, maka pengadilan melalui Majelis Hakim menawarkan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang sudah bekerja sama dengan pengadilan dalam hal pendampingan.
Posbakum di Pengadilan dapat memberikan Bantuan Hukum Gratis berupa pendampingan di depan persidangan.
Baca Juga: Syarat Mendapatkan Bantuan Hukum Gratis
Pembacaan Surat Dakwaan
Ketika hal-hal di atas telah selesai, maka tahapan persidangan pidana selanjutnya adalah pembacaan Surat Dakwaan oleh Penuntut Umum.
Apa itu Dakwaan? Mengutip Wikipedia, dakwaan merupakan sebuah pernyataan resmi dari seorang otoritas penuntut bahwa seseorang telah dituduh melakukan suatu pidana.
Perlu dipahami bersama bahwa Surat Dakwaan adalah mahkota dari JPU, sehingga menurut ketentuan Pasal 14 huruf d KUHAP, JPU berwenang untuk membuat Surat Dakwaan yang berdasarkan penyidikan dan kajian yuridis terhadap perbuatan terdakwa.
JPU dituntut untuk membuat dakwaan harus memenuhi syarat formil dan materil.
Nota Keberatan (Eksepsi)
Setelah JPU membacakan dakwaannya, proses persidangan selanjutnya, Majelis Hakim akan menanyakan kepada terdakwa atau melalui Penasihat Hukum, “apakah mengajukan eksepsi atau tidak.” Apabila terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan eksepsi, maka Hakim akan memberikan kesempatan terhadapnya.
Apa itu eksepsi? Dalam Kamus Hukum[1] mendefinisikan eksepsi adalah suatu pembelaan yang tidak secara langsung menyinggung isi surat tuduhan atau gugatan tetapi hanya bertujuan agar Pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan pihak lawan.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terdapat 3 definisi eksepsi, yaitu:
- n pengecualian;
- n Huk tangkisan atau pembelaan yang tidak menyinggung isi surat tuduhan (gugatan), tetapi berisi permohonan agar pengadilan menolak perkara yang diajukan oleh penggugat karena tidak memenuhi persyaratan hukum: dalam perkara itu pembela mengajukan — kepada jaksa karena terdakwa menderita penyakit jiwa;
- n Komp masalah atau perubahan kondisi yang menyebabkan mikroprosesor untuk menghentikan apa yang dilakukannya dan menangani situasi dalam rutin yang terpisah (tentang pemrograman).
Dalam KUHAP, telah diatur mengenai eksepsi ini. Ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP menentukan:
“Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.
Adapun materi eksepsi sebenarnya menyangkut syarat formil. Misalnya eksepsi terkait dengan kompetensi absolut dan kompetensi relatif pengadilan.
Tanggapan JPU terhadap Eksepsi
Apabila terdakwa atau Penasihat Hukumnya mengajukan eksepsi terhadap surat dakwaan, maka Hakim memberikan kesempatan kepada JPU untuk menanggapinya. Tanggapan ini biasa disebut replik.
Putusan Sela
Karena terdapat nota keberatan dan tanggapan JPU, maka Majelis Hakim akan menentukan sikap melalui putusan sela. Putusan sela ini berisi apakah Majelis Hakim menerima atau menolak eksepsi yang diajukan terdakwa atau Penasihat Hukum.
Apabila ditolak, maka akan dilanjutkan dengan pembuktian atau memeriksa pokok perkara.
Pembuktian
Dalam hukum acara pidana, sistem pembuktian yang dianut adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Apa itu Pembuktian? Mengutip Rahmat Aries dalam artikel Pembuktian Pidana, Pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan berarti memberikan atau memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu kebenaran, melaksanakan, menandakan menyaksikan dan meyakinkan;
Untuk itu, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.[2]
Dengan demikian, JPU dituntut untuk meyakinkan hakim setidak-tidaknya mengajukan dua alat bukti yang sah.
Biasanya, Penuntut Umum mengajukan bukti surat sekaligus dengan saksi atau ahli. Apabila tindak pidana yang dilakukan terdakwa terdapat korban, biasanya yang diperiksa terlebih dahulu adalah saksi korban. Kemudian dilanjutkan dengan saksi-saksi lainnya atau bahkan ahli.
Sebelum diambil keterangannya, saksi atau ahli terlebih dahulu disumpah menurut agama dan kepercayannya masing-masing.
Setelah Penuntut Umum selesai mengajukan bukti, biasanya terdakwa atau Penasihat Hukum ditanyakan, “apakah mengajukan saksi meringankan atau tidak”. Apabila ada, maka diperintahkan untuk hadir di persidangan. Apabila tidak ada, dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.
Pemeriksaan Terdakwa
Untuk mempercepat agenda persidangan pidana, biasanya setelah selesai pemeriksaan bukti berupa saksi di atas, dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. namun, dalam artikel ini dibuat sebagai tahapan persidangan pidana tersendiri.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa salah satu alat bukti dalam perkara pidana adalah keterangan terdakwa. untuk itulah, terdakwa harus diperiksa di depan persidangan.
Mengenai keterangan terdakwa ini, telah diatur dalam ketentuan pasal 189 KUHAP, yaitu:
- Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
- Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
- Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
- Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
Surat Tuntutan (requisitoir)
Setelah pemeriksaan terdakwa selesai, maka Majelis Hakim akan memberikan kesempatan kepada Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan (requisitoir).
Apa itu Penuntutan? Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan[3].
Salinan Surat tuntutan ini kemudian diberikan kepada Majelis Hakim dan kepada terdakwa atau Kuasa Hukumnya untuk kepentingan pembelaan.
Nota Pembelaan (Pleidooi)
Salah satu hak Terdakwa dalam tahapan persidangan pidana adalah melakukan pembelaan. Nota pembelaan atau pleidooi ini diajukan oleh terdakwa atau Penasihat Hukumnya setelah JPU melakukan penuntutan.
Sama seperti surat tuntutan, nota pembelaan juga diserahkan kepada Majelis Hakim dan kepada JPU.
Replik
Dalam perkara pidana, replik merupakan hak dari Penuntut Umum. Hak ini dapat digunakan atau tidak oleh yang bersangkutan. Apabila JPU menggunakan hak tersebut secara tertulis, maka Majelis Hakim akan kembali menunda persidangan guna memberikan kesempatan kepada JPU membuat dan mengajukan replik.
Duplik
Tahapan persidangan pidana selanjutnya adalah Duplik—apabila JPU mengajukan Replik secara tertulis. Replik dalam perkara pidana adalah hak Terdakwa.
Putusan Akhir
Tahapan persidangan pidana pada pengadilan tingkat pertama adalah putusan akhir Majelis Hakim. Setelah proses persidangan dianggap selesai, maka selanjutnya Majelis Hakim akan bermusyawarah di ruangan tertutup dan bersifat rahasia.
Hasil musyawarah tersebut kemudian dituangkan dalam putusan akhir. Hingga akhirnya, Majelis Hakim akan membacakan putusan akhir tersebut di dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Dalam putusannya, Majelis Hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan bagi terdakwa.
Penutup
Setidaknya terdapat 14 tahapan persidangan pidana. Tahapan tersebut mau tidak mau harus dilalui terdakwa.
Adapun tahapan persidangan dimaksud antara lain: pertama, pembacaan dakwaan. Kedua, mengajukan nota keberatan apabila ada. Ketiga, tanggapan JPU terhadap nota keberatan. Keempat, Putusan Sela.
Kelima, Pemeriksaan bukti. Keenam, Pemeriksaan terdakwa. Ketujuh, JPU mengajukan surat tuntutan. Kedelapan, terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan Nota Pembelaan. Kesembilan, Replik apabila JPU mengajukannya. Kesepuluh, Duplik apabila JPU mengajukan Replik. Kesebelas, Putusan Akhir.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Marwan & Jimmy, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya: 2009., hlm., 188-198
[2] Lihat Pasal 183 KUHAP.
[3] Lihat Pasal 1 angka 7 KUHAP.