Lompat ke konten

5 Syarat Nebis in Idem Perdata

Bacaan 5 menit
syarat nebis in idem perkara perdata
Ilustrasi. Sumber gambar: Pixabay.com

Mungkin Anda sedang mencari tahu apa itu nebis in idem. Anda sudah tepat menemukan situs ini. Atau Anda kebetulan ingin berselancar di linimasa internet untuk mencari syarat nebis in idem perkara perdata.

Meskipun tebakan saya tidaklah sepenuhnya benar, namun, saya memastikan Anda membutuhkan artikel ini.

Artikel kali ini membahas tentang syarat nebis in idem perkara perdata. Dalam menulis ini, saya melihat dari perspektif perundang-undangan maupun putusan pengadilan .

Apa itu Nebis in Idem?

Nebis in idem adalah asas hukum dalam perkara dengan obyek sama, para pihak sama dan materi pokok perkara yang sama, yang diputus oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.

Menurut Kamus Hukum[1], Nebis in idem adalah asas yang mengatakan bahwa tidak boleh satu perkara yang sama yang sudah diputus, diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya oleh pengadilan. Atau, suatu perkara yang sama, yang sudah diputus, tidak boleh diperiksa dan diputus lagi untuk kedua kalinya.

5 Syarat Nebis in Idem Perkara Perdata

Perlu digarisbawahi bahwa, penulisan 5 syarat nebis in idem perkara perdata ini, didasari pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Sehingga, saya menyimpulkan setidaknya terdapat lima syarat nebis in idem berikut ini.

  1. Kesamaan pihak berperkara
  2. Kesamaan peristiwa hukum yang menjadi pokok sengketa yang telah diadili oleh pengadilan sebelumnya
  3. Objek sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap
  4. Tuntutan didasarkan atas alasan yang sama;
  5. Di dalam hubungan yang sama.

Pengaturan tentang Nebis in Idem

Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang nebis in idem.

Syarat Nebis in Idem dalam KUH Perdata

Salah satu cara menuntut hak adalah dengan cara melalui forum pengadilan. Upaya ini dilakukan apabila pihak  yang merugikan tersebut tidak melaksanakan kewajibannya. Namun, bagaimana jika penuntutan hak tersebut telah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap? Apakah bisa dituntut kembali?

Menurut ketentuan Pasal 1917 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berbunyi:

“Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan. Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula”.

Dari bunyi Pasal 1917 tersebut, setidaknya terdapat tuntutan yang sama terdapat tiga, antara lain:

  1. tuntutan tersebut didasarkan atas alasan yang sama;
  2. diajukan oleh dan terhadap pihak-pihak yang sama;
  3. di dalam hubungan yang sama.

Namun, apakah ketentuan Pasal 1917 di atas sama dengan putusan-putusan pengadilan yang telah ada? Temukan jawaban pada uraian di bawah mengenai syarat nebis in idem ini.

Nebis in Idem dalam Pidana

Di samping KUH Perdata, nebis in idem juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana). Ketentuan Pasal 76 ayat (1) KUH Pidana menyebutkan:

“… orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap”.

Sema Nomor 3 Tahun 2002

Mahkamah Agung jauh-jauh hari telah menentukan penanganan perkara yang berkaitan dengan asas nebis in idem melalui Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2002.

Surat edaran tersebut dikeluarkan agar asas nebis in idem dapat terlaksana dengan baik dan demi kepastian hukum bagi pencari keadilan.

Syarat Nebis in Idem dalam Putusan Pengadilan

Syarat nebis in idem dalam artikel ini menyangkut perkara perdata. Untuk menentukan syarat nebis in idem, artikel ini sebenarnya lebih memilih berpijak pada putusan pengadilan. Karena untuk mencari keadilan tempatnya di pengadilan dan merupakan salah satu sumber hukum. Sehingga, acuannya tetap pada yurisprudensi .

Untuk itu beberapa putusan pengadilan yang membahas tentang nebis in idem.

1. Putusan Nomor 1226 K/Pdt/2001

Kaidah hukum dalam putusan Nomor 1226 K/Pdt/2001, tanggal 20 Mei 2002 ini adalah sebagai berikut:

“Meski kedudukan subjeknya berbeda tetapi objek sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan nebis in idem”.

Dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah Agung mengatakan bahwa:

Bahwa sebelum perkara ini, sudah ada Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 330/PDT/1990/PT.Bdg Juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 1277 K/Pdt/1992 juncto Peninjauan Kembali Nomor 865 PK/Pdt/1996, di mana Ny. Saleha Kasmiri selaku Penggugat asal dan Lukman Hondowijaya dan Dedi Mohammad Saad selaku tergugat asal. Dinyatakan objek tersebut adalah milik Penggugat asal dan akta jual beli Nomor 299/138/TB/XI/1987 batal demi hukum. Sekarang diajukan gugatan lagi dengan objek  yang sama hanya kedudukan pihak-pihak berbeda di mana Lukman Hondowijaya selaku Penggugat asal dan Ny. Saleha Kasmiri dan Deddy selaku tergugat-tergugat, dan tuntutan  minta dibatalkan  akta jual beli Nomor 299. Maka gugatan demikian dinyatakan nebis in idem”.

2. Putusan Nomor 2353 K/Pdt/2019

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2353 K/Pdt/2019 , tanggal 7 Oktober 2019 ini sangat menarik. Sebab, menurut Mahkamah Agung kualifikasi gugatan nebis in idem tidak didasarkan pada kriteria kesamaan pihak berperkara namun pada kesamaan peristiwa hukum yang menjadi pokok sengketa yang telah diadili oleh pengadilan sebelumnya.

Mari kita simak pertimbangan hukum[2] Mahkamah Agung berikut ini:

Bahwa Mahkamah Agung berpendapat bahwa perbedaan jumlah pihak dalam gugatan ini tidak menyebabkan adanya perbedaan antara perkara ini dengan perkara terdahulu yaitu Nomor 70/Pdt.G/2015/PN Ptk. karena Tergugat II dalam perkara ini bukan pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli emas antara Pemohon Kasasi sebagai penjual dan Termohon Kasasi sebagai pembeli sehingga adanya Tergugat II dalam perkara ini bukan menjadi pembeda antara perkara ini dengan perkara terdahulu”.

Bahwa meskipun dalil pokok gugatan dalam perkara ini berbeda dengan dalil pokok dalam perkara terdahulu, tetapi sengketa dalam perkara ini dan perkara terdahulu timbul dari adanya pelaksanaan transaksi jual beli emas antara Pemohon Kasasi sebagai penjual dengan Termohon Kasasi sebagai pembeli, dalam transaksi mana telah ditetapkan statusnya oleh perkara terdahulu yaitu bahwa Termohon Kasasi tidak memenuhi prestasinya yaitu membayar harga emas yang diterimanya dari Pemohon Kasasi sehingga Termohon Kasasi ingkar janji terhadap Pemohon Kasasi sehingga gugatan Termohon Kasasi dalam perkara ini adalah gugatan bersifat nebis in idem”.

Penutup

Dari dua contoh putusan pengadilan di atas, sebenarnya sudah dapat diambil simpulan bahwa:

Pertama, syarat nebis in idem tidak saja didasarkan pada kriteria kesamaan pihak berperkara namun pada kesamaan peristiwa hukum yang menjadi pokok sengketa yang telah diadili oleh pengadilan sebelumnya

Kedua, meskipun kedudukan subjeknya berbeda, tetapi objek sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan di pengadilan dapat dinyatakan nebis in idem.

Demikian. Semoga bermanfaat.


[1] M. Marwan & Jimmy P, Kamus Hukum, Penerbit Reality Publisher, Surabaya: 2009., hlm, 449.

[2] Lihat pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 2353 K/Pdt/2019, tanggal 7 Oktober 2019., hlm., 5.

Tinggalkan Balasan