Sengketa perdata di Pengadilan Negeri yang menyangkut bidang tanah telah banyak terjadi. Dalam jual beli terdapat subjek dan objek. Subjek berupa siapa yang membeli dan menjual. Objek berupa barang baik bergerak maupun tidak bergerak yang diperjual-belikan. Dalam jual beli tersebut, ada yang disebut pembeli yang beriktikad baik.
Apa itu pembeli beritikad baik? Apa saja kriteria pembeli yang beritikad baik? Artikel kali ini membahas tentang pembeli beritikad baik beserta kriterianya. Secara khusus pembelian atas bidang tanah.
Daftar Isi
Kriteria Pembeli yang Beriktikad Baik
- Pembelian Tanah Melalui Pelelangan Umum
- Pembelian Tanah di Hadapan PPAT
- Dilakukan secara Tunai dan Terang
- Didahului dengan Penelitian Status Tanah
- Pembelian Dilakukan dengan Harga yang Layak
- Penjual adalah Orang yang Berhak
- Tanah yang Diperjualbelikan tidak Dalam Status Sita
- Tanah tidak Dalam Status Jaminan atau Hak Tanggungan
- Memperoleh Keterangan dari BPN
Sembilan kriteria pembeli yang beritikad baik di atas, akan kita ulas satu-persatu. Namun, terlebih dahulu kita mesti memahami apa itu pembeli yang beritikad baik.
Apa itu Pembeli Beriktikad Baik?
Menurut saya, secara sederhana pembeli beritikad baik adalah pembeli yang mencari tahu data fisik dan data yuridis sebelum melakukan transaksi jual beli tanah dilakukan.
Pembeli yang beritikad baik adalah pembeli yang tidak mengetahui dan tidak dapat dianggap sepatutnya telah mengetahui adanya cacat cela dalam proses peralihan hak atas tanah yang dibelinya.[1]
Setelah meneliti peraturan perundang-undangan yang berlaku, saya kesulitan mendapatkan definisi pembeli yang beritikad baik. Namun, beberapa ketentuan ini memberikan gambaran sebagai berikut:
Pasal 531 KUH Perdata menentukan: “Besit dalam itikad baik terjadi bila pemegang besit memperoleh barang itu dengan mendapatkan hak milik tanpa mengetahui adanya cacat cela di dalamnya.
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi: perjanjian harus dilaksanakan berdasarkan itikad baik
Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan: ”Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya …”
Perjanjian Dilaksanakan Berdasarkan Itikad Baik
Mengutip Hillary G. Tumalun[2] dalam e-journal menyebutkan bahwa, beberapa asas penting yang berlaku dalam hukum perjanjian menurut KUH Perdata. Salah satunya adalah asas itikad baik. Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dan mengandung makna bahwa pelaksanaan dari suatu perjanjian harus berjalan dengan mengedepankan norma-norma kepatutan dan keadilan.
Dalam artikel Syarat Sahnya Perjanjian, telah pula dijelaskan bahwa perjanjian yang sah tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik. Tentu saja sesuai dengan norma kesusilaan dan kepatutan.
Perlindungan Hukum Pembeli yang Beritikad Baik
Berbagai putusan Mahkamah Agung (MA) telah memberikan “benteng” perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik. Selain putusan, MA juga mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (SEMA Nomor 7 Tahun 2012).
Melalui SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tersebut, MA memberikan penegasan perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik. Mari kita lihat hasil rumusannya berikut ini:
- Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang itikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (obyek jual beli tanah).
- Pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Penjual yang tidak berhak.
Hal di atas kembali dipertegas berdasarkan Rumusan Kamar Perdata atau diperbarui melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. SEMA ini mengatur paling tidak kriteria pembeli beritikad baik. Apa saja penegasannya? Simak kriteria sebagai berikut:
Kriteria pembeli beritikad baik yang perlu dilindungi berdasarkan pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata adalah sebagai berikut:
9 Kriteria Pembeli yang Beritikad Baik
Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Pembelian Tanah Melalui Pelelangan Umum
Seorang pembeli yang melakukan pembelian tanah melalui lelang umum—sepanjang sesuai dengan prosedur, dianggap pembeli yang beritikad baik. Pelelangan ini merupakan jual beli dalam bentuk berbeda, karena jual-beli barang dilaksanakan melalui Kantor Lelang Negara.
2. Pembelian Tanah di Hadapan PPAT
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu. Pembelian dilakukan di hadapan PPAT menghasilkan produk berupa Akta Jual Beli (AJB).
Dalam penjelasan Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) menyebutkan bahwa;
“… Fungsi dan tanggung jawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran tanah. Akta PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu, PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan, dengan antara lain mencocokkan data yang terdapat dalam sertifikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.
Itulah mengapa seorang melakukan pembelian tanah di hadapan PPAT disebut sebagai pembeli yang beritikad baik.
Pembelian terhadap Tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat, yaitu:
3. Dilakukan secara Tunai dan Terang
Di samping pembelian dilakukan di hadapan PPAT, juga dapat dilakukan di hadapan atau setidaknya diketahui Kepala Desa atau Lurah setempat. Hal ini dilakukan apabila di wilayahnya tidak terdapat PPAT. Pembelian tersebut haruslah memenuhi asas tunai dan terang. Apa maksudnya?
Menurut pendapat saya, “terang” merupakan adanya keterbukaan dalam transaksi jual-beli tanah dan dilakukan di hadapan pihak yang berwenang. Sementara “tunai” menurut saya, adalah pembayaran berupa uang yang ada saat itu juga sesuai dengan harga yang disepakati para pihak.
4. Didahului dengan Penelitian Status Tanah
Didahului dengan penelitian mengenai status Tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
Setidaknya ada dua penelitian atas status tanah yang harus dilakukan sebelum melakukan transaksi jual-beli tanah. Pertama, meneliti data yuridis. Kedua, data fisik tanah. Keduanya haruslah dilakukan karena untuk mengetahui apakah objek fisik tanah sama dengan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat.
Di samping itu, juga untuk mengetahui apakah tanah objek jual beli adalah milik penjual atau tidak. Hal ini sangat penting dilakukan agar pembeli disebut beritikad baik.
5. Pembelian Dilakukan dengan Harga yang Layak
Salah satu kriteria pembeli yang beritikad baik adalah pembelian tanah dilakukan dengan harga yang layak.
Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal yang berkaitan dengan objek Tanah yang diperjanjikan, antara lain:
6. Penjual adalah Orang yang Berhak
Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya.
Sebagaimana disebutkan di atas, penelitian dilakukan dalam bentuk data fisik dan data yuridis. Hal ini untuk mengetahui bahwa penjual adalah orang yang berhak atau pemilik hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya.
7. Tanah yang Diperjualbelikan tidak Dalam Status Sita
Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita. Kriteria pembeli yang beritikad baik selanjutnya adalah mengecek apakah tanah yang diperjualbelikan masih dalam status sita atau tidak.
Perlu dipahami bahwa tanah yang masih dalam status sita dilarang untuk dialihkan kepada pihak lain.
Sebagaimana pula disebutkan dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf f PP 24/1997:
PPAT menolak untuk membuat akta, jika:
“obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya”.
Untuk itu, calon pembeli harus memastikan dengan saksama apakah objek tanah yang diperjualbelikan merupakan status sita atau tidak oleh pengadilan.
8. Tanah tidak Dalam Status Jaminan atau Hak Tanggungan
Terhadap objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan.
Selain tanah yang diperjualbelikan tidak dalam status sita, juga tidak dalam status jaminan atau hak tanggungan. Agar dianggap sebagai pembeli yang beritikad baik, harus meneliti dengan cermat apakah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan atau hak tanggungan.
9. Memperoleh Keterangan dari BPN
Terhadap Tanah yang bersertifikat telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Poin ini secara langsung berkaitan dengan penelitian data yuridis. Caranya adalah dengan meminta penjelasan secara tertulis kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) di wilayah objek jual-beli berada.
Artinya, bagi tanah yang telah bersertifikat, akan ketahuan dalam data BPN—mengenai riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Putusan Pengadilan tentang Pembeli yang Beritikad Baik
Hal yang paling mendasar yang menjadi rujukan terkait dengan pembeli yang beritikad baik adalah putusan pengadilan. Mengapa demikian? Seperti yang sudah disampaikan di atas, kriteria pembeli yang beritikad baik tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga rujukan kita adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung.
Di bawah ini, beberapa putusan yang berhubungan langsung dengan pembeli beritikad baik dan pembeli yang tidak beritikad baik.
Putusan Nomor 647 K/Pdt/2013
Putusan Mahkamah Agung Nomor 647 K/Pdt/2013, tanggal 28 November 2014ini menjatuhkan putusan berupa menolak kasasi dari Pemohon Kasasi. Dalam pertimbangan hukumnya, penolakan kasasi dengan alasan: pertama, Tergugat telah menguasai tanah sawah dan perladangan lebih dari 20 tahun secara terus menerus oleh dua generasi dan sebagian tanah tersebut telah beralih kepada ahli warisnya.
Kedua, selanjutnya, ahli waris tersebut telah menjualnya kepada orang lain dalam hal ini Tergugat di depan Kepala Desa setempat. Ketiga, adalah patut dan adil dinyatakan sebagai telah memperoleh hak milik. Dan, telah memenuhi kriteria pembeli beritikad baik karenanya patut dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik.
Putusan Nomor 691 K/Pdt/2013
Putusan Mahkamah Agung Nomor 691 K/Pdt/2013, memberikan kaidah hukum bahwa jual beli harus dilakukan secara terang dan bezitter yang menguasai tanah bukan jaminan sebagai pembeli beritikad baik[3].
Putusan Nomor 429 K/Pdt/2003
Putusan lain adalah Nomor 429 K/Pdt/2003, yang mengatakan bahwa …”BPN telah mengatakan secara tegas tanah girik (objek sengketa) berasal dari tanah partikelir dan tanah tersebut dinyatakan menjadi tanah negara, maka pengalihan hak yang dilakukan di hadapan notaris batal demi hukum. Pembeli tidak dilindungi.
Putusan Nomor 744 K/Pdt/2008
Putusan Nomor 744 K/Pdt/2008, memberikan kaidah hukum berikut ini:
“Walaupun tergugat lebih dahulu membeli tanah sengketa, namun karena tidak disaksikan pejabat, maka jual beli tersebut tidak sah. Jual beli yang dipandang sah dan benar adalah yang dilakukan di hadapan pejabat, karena dilakukan dengan terang dan tunai”.
Putusan Nomor 2416 K/Pdt/2009
Berbeda dengan putusan Nomor 2416 K/Pdt/2009, yang mengatakan: “Pembeli dikatakan telah beritikad baik karena telah melakukan jual beli di hadapan PPAT sesuai prosedur hukum yang benar dan tidak terbukti melakukan tindakan melawan hukum. Sehingga harus dilindungi secara hukum (terpenuhilah asas terang dan tunai dalam jual beli).
Simpulan
Dalam jual-beli bidang tanah, seorang pembeli harus benar-benar mencermati sebelum melakukan transaksi dan perjanjian jual beli. Hal ini agar dipandang sebagai pembeli yang beritikad baik.
Seorang pembeli yang beritikad baik harus mengetahui secara persis dan saksama baik data fisik maupun yuridis bidang tanah yang hendak dibelinya.
Dari berbagai referensi yang ada, setidaknya ada sembilan pembeli yang dianggap beritikad baik, antara lain: pertama, pembelian tanah dilakukan melalui pelelangan umum. Kedua, pembelian tanah di hadapan PPAT. Ketiga, bagi pembelian tanah milik adat, dilakukan di hadapan atau diketahui Kepala Desa atau Lurah setempat.
Keempat, meneliti data yuridis dan fisik tanah yang hendak dibeli. Kelima, pembelian dilakukan dengan harga yang layak. keenam, pembelian dilakukan dengan hati-hati dan teliti apakah penjual adalah orang yang berhak atau tidak.
Ketujuh, melakukan penelitian apakah tanah tersebut merupakan tanah dalam status sita atau tidak. Kedelapan, mencari tahu apakah tanah dalam status jaminan atau hak tanggungan atau tidak. Kesembilan, meminta penjelasan dari BPN agar mengetahui riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Widodo Dwi Putro, Dkk, Penjelasan Hukum Pembeli Beritikad Baik, Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Beritikad Baik dalam Sengketa Perdata Berobjek Tanah., Penerbit LeIP, Jakarta: 2016, hlm., 16.
[2] Hillary G. Tumalun, Penerapan Asas Itikad Baik dalam Perjanjian Modal Ventura Berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata dan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Jurnal Lex Privatum Vol. VI/No. 10/Des/2018., hlm. 45.
[3] Widodo Dwi Putro, Dkk, Op., Cit.