Last Updated: 13 Mar 2022, 08:51 pm
Kasasi merupakan upaya hukum yang menjadi hak bagi pihak yang kalah pada tingkat judex facti. Upaya hukum kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung—sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan ↗.
Akan tetapi, tidak semua perkara dapat diajukan kasasi. Misalnya, pembatasan kasasi perkara TUN.
Memang ada pembatasan kasasi perkara TUN?
Artikel kali ini membahas pertanyaan: apakah ada pembatasan kasasi perkara TUN? Jika memang ada pembatasan, apa dasar hukumnya?
Baiklah, sebelum membahas pertanyaan di atas, kita mesti memahami terlebih dahulu apa itu upaya hukum, apa itu kasasi, apa saja alasan kasasi, dan sebagainya.
Daftar Isi
Apa itu Upaya Hukum?
Sebelum membahas pembatasan kasasi perkara TUN, penting mengetahui apa itu upaya hukum ↗.
Upaya hukum adalah segala usaha untuk mencapai tujuan hukum benar-benar berjalan sebagaimana mestinya dan untuk mencegah adanya kekeliruan atau kekhilafan dalam suatu keputusan hakim.
Dengan kata lain, upaya hukum adalah hak dari tergugat atau penggugat untuk tidak menerima putusan pengadilan ↗ tingkat pertama, tingkat banding atau tingkat kasasi, serta hak pihak ketiga ↗ untuk mengajukan perlawanan pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.[1]
Dalam sistem peradilan di Indonesia, dikenal 2 (dua) macam upaya hukum yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.
Secara sederhana, upaya hukum biasa adalah keberatan salah satu pihak atas putusan pengadilan, baik tingkat pertama, banding hingga kasasi.
Sementara upaya hukum luar biasa dikenal dengan peninjuan kembali (PK) ↗. Merupakan upaya yang dilakukan salah satu pihak yang keberatan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, untuk diajukan PK ke Mahkamah Agung.
Apa itu Kasasi?
Mengutip Wikipedia, Kasasi ↗ adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak (terdakwa atau penuntut) terhadap suatu putusan pengadilan tinggi. Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi putusan pengadilan tinggi kepada Mahkamah Agung.
Dalam Kamus Hukum[2] mendefinisikan kasasi antara lain:
- Pembatalan.
- Pembatalan putusan ↗ atau penetapan pengadilan ↗ dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir.
- Suatu alat hukum yang wewenangnya hanya dimiliki oleh Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali keputusan-keputusan pengadilan bawahan.
Secara sederhana, kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi.
Apa Saja Alasan-alasan Kasasi?
Pembahasan pembatasan kasasi perkara TUN, juga mesti diikuti apa saja alasan kasasi. Mengenai alasan kasasi, dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU Mahkamah Agung).
Menurut ketentuan Pasal 30 ayat (1) menentukan:
Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:
1. Tidak Berwenang atau Melampaui Batas Wewenang
Alasan kasasi yang pertama adalah pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Apa maksudnya pengadilan tidak berwenang? Ini menyangkut kompetensi relatif dan absolut pengadilan.
Misalnya pengadilan A sebenarnya tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa yang diajukan terhadapnya. Akan tetapi, Pengadilan A tersebut memutusnya, padahal pengadilan tersebut sama sekali tidak memiliki wewenang.
Sementara melampaui batas wewenang ini menyangkut mengabulkan gugatan melebihi apa yang dimohonkan dalam gugatan. Istilah ini biasa disebut ultra petita ↗.
2. Salah Menerapkan atau Melanggar Hukum yang Berlaku
Alasan kasasi yang kedua adalah pengadilan salah menerapkan hukum atau melanggar hukum ↗ yang berlaku.
Kesalahan menerapkan hukum atau melanggar hukum menjadi salah satu alasan kasasi terhadap putusan judex facti. Kesalahan dimaksud bisa menyangkut formil maupun materil.
3. Lalai Memenuhi Syarat
Maksudnya adalah, Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Perlu diperhatikan juga terkait dengan syarat formal perkara kasasi ↗ yang hendak diajukan kepada Mahkamah Agung. Syarat formal ini diteliti agar tidak mengalami kerugian.
Tenggang Waktu Pengajuan Kasasi
Menurut ketentuan Pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985, mengatur tentang tenggang waktu ↗ pengajuan kasasi.
“Permohonan kasasi harus sudah disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon”.
Kewenangan Mahkamah Agung
Seperti yang kita tahu, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh dua lembaga negara ↗, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Dalam ketentuan Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (UU 5/2004) menentukan:
“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya”.
Dari pengertian di atas, salah satu kewenangan Mahkamah Agung adalah memeriksa dan mengadili perkara pada tingkat kasasi.
Akan tetapi, Mahkamah Agung tidak berwenang memeriksa perkara apabila perkara tersebut dibatasi oleh perundang-undangan. Salah satu di antaranya adalah pembatasan kasasi perkara TUN.
Baca Juga: 12 Asas dalam PTUN yang Paling Dikenal ↗
Pembatasan Kasasi Perkara TUN
Setidaknya terdapat 3 (tiga) pembatasan kasasi. Termasuk di antaranya pembatasan kasasi perkara TUN.
Pembatasan Menurut UU Mahkamah Agung
Hal ini ditegaskan melalui ketentuan Pasal 45A ayat (2) UU 5/2004 menentukan:
Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- putusan tentang praperadilan.
- perkara pidana ↗ yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda ↗.
- perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Pembatasan Menurut SEMA
Pengaturan khusus mengenai pembatasan kasasi perkara TUN ini diatur lebih lanjut.
Bisa dilihat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
Pada angka 6 SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tersebut menentukan:
“Kriteria pembatasan upaya hukum kasasi dalam Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah bagi keputusan pejabat daerah yang berasal dari sumber kewenangan desentralisasi. Tetapi terhadap keputusan pejabat daerah yang bersumber dari kewenangan ↗ dekonsentrasi ataupun bersumber dari kewenangan perbantuan terhadap pemerintah pusat (medebewin) tetap bisa dilakukan upaya hukum kasasi”.
Mari kita pelan-pelan memahami apa maksud dari pembatasan kasasi perkara tun sebagaimana ketentuan-ketentuan di atas.
Pada prinsipnya, pembatasan kasasi perkara TUN ini menyangkut kriteria. Maksudnya bagaimana? Maksudnya adalah kriteria apa saja keputusan ↗ pejabat daerah yang dapat atau tidak dapat diajukan kasasi.
Desentralisasi
Pada ketentuan di atas dijelaskan kewenangan desentralisasi. Apa yang dimaksud desentralisasi? Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
Jadi, apabila keputusan pejabat daerah dikeluarkan, yang didasarkan pada pelaksanaan desentralisasi—terkhusus daerah otonom. Kemudian, atas dasar desentralisasi tersebut pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah, maka hal ini tidak dapat diajukan kasasi.
Di samping itu, ada kriteria lain pembatasan kasasi perkara TUN, yaitu apabila keputusan pejabat daerah ternyata jangkauan berlakunya hanya di wilayah daerahnya saja. Tidak sampai keluar daerah yang bersangkutan.
Baca Juga: 3 Acara Pemeriksaan Persidangan PTUN ↗
Dekonsentrasi
Di atas pula telah disinggung dekonsentrasi. Apa itu dekonsentrasi?
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah ↗ Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.[3]
Artinya, apabila keputusan pejabat daerah tersebut sebagai pelaksanaan dekonsentrasi wewenang yang dimilikinya, sehingga sebenarnya adalah dalam rangka melaksanakan wewenang pemerintah pusat, pada dasarnya bisa diajukan kasasi.[4]
Baca Juga: 16 Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik ↗
Poin Penting SEMA No. 4/2016
Poin penting dari Surat Edaran ↗ Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 adalah:
- Apabila objek gugatan ↗ diterbitkan atas dasar kewenangan desentralisasi, tidak dapat diajukan kasasi.
- Yang dapat diajukan kasasi adalah:
- Objek gugatan diterbitkan yang berkaitan erat dengan kewenangan dekosentrasi dapat diajukan kasasi
- berkaitan erat dengan kewenangan tugas pembantuan terhadap pemerintah pusat (medebewin) dapat diajukan kasasi.
- Objek gugatan diterbitkan yang bersifat strategis atau berdampak luas, dapat diajukan kasasi.
Apakah dengan Adanya Pembatasan Kasasi Perkara TUN dapat Diajukan PK?
Menurut R.O.B. Siringoringo, Dkk[5], terdapat dua pendapat berbeda menyangkut pembatasan kasasi perkara TUN:
- Terhadap perkara TUN tertentu yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan yang tidak dapat diajukan kasasi, dengan sendirinya tidak dapat diajukan peninjauan kembali.
- Terhadap perkara TUN tertentu yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan yang tidak dapat diajukan kasasi, masih dimungkinkan untuk diajukan peninjauan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 67 UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Simpulan
Tidak semua sengketa Tata Usaha Negara ↗ dapat diajukan Kasasi. Pembatasan kasasi perkara TUN ini telah diatur melalui Pasal 45A ayat (2) huruf c UU 5/2004:
“perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan”.
Kriterianya adalah: pertama, apabila objek gugatan diterbitkan atas dasar kewenangan desentralisasi, tidak dapat diajukan kasasi. Kedua, apabila objek gugatan diterbitkan yang berkaitan erat dengan kewenangan dekosentrasi, maka dapat diajukan kasasi.
Ketiga, apabila keputusan ↗ yang dikeluarkan berkaitan erat dengan kewenangan tugas pembantuan terhadap pemerintah pusat (medebewin), maka dapat diajukan kasasi. Keempat, apabila objek gugatan diterbitkan yang bersifat strategis atau berdampak luas, dapat diajukan kasasi.
Poin pentingnya adalah: apabila keputusan diterbitkan oleh kepala daerah atas dasar kewenangan desentralisasi, tidak dapat diajukan kasasi.
Jadi, sudah tahu, kan, tentang pembatasan kasasi perkara TUN ini?
Demikian. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Apa itu Teori Melebur PTUN? ↗
[1] Marwan & Jimmy, Kamus Hukum, Reality Publisher, Cetakan I, Surabaya: 2009., hlm., 627
[2] Marwan & Jimmy, Ibid., hlm., 325.
[3] Lihat Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
[4] R.O.B. Siringoringo, Dkk., Menjawab Permasalahan Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor: 2011., hlm., 10.
[5] Ibid., hlm., 51