Perjanjian perkawinan sudah lumrah terdengar di telinga kita. Namun sebenarnya apa sih perjanjian perkawinan ↗ itu? Untuk Anda yang sedang mencari informasi tentang perjanjian kawin, atau yang biasa disebut perjanjian pranikah, sudah tepat membaca artikel ini.
Tulisan ini membahas tentang pengaturan perjanjian pranikah, pengertian perjanjian kawin, hingga penjelasan mengenai perlu tidaknya perjanjian kawin.
Daftar Isi
Pengaturan tentang Perjanjian Perkawinan
Pengaturan tentang perjanjian kawin ini diatur dalam beberapa peraturan di Indonesia. Peraturan perundang-undangan dimaksud antara lain:
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Pengaturan tentang perjanjian pranikah dapat kita jumpai dalam ketentuan Pasal 58 KUH Perdata. Namun perjanjian kawin lebih jelasnya diatur dalam ketentuan Pasal 119 KUH Perdata, yang berbunyi:
“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri”.
Lebih lanjut, ketentuan Pasal 139 KUH Perdata menyebutkan:
“Para calon suami istri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut”.
Perjanjian kawin tersebut diatur sampai dengan Pasal 154 KUH Perdata.
2. Undang-undang Perkawinan
Di samping itu, perjanjian kawin juga diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ↗ (UU Perkawinan). Ketentuan Pasal 29 menyebutkan:
- Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
- Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
- Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
- Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
3. Kompilasi Hukum Islam
Perjanjian pranikah juga diatur melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI). Ketentuan Pasal 45 KHI menentukan:
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :
- Taklik talak ↗; dan
- Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Selanjutnya, kita dapat melihat dalam ketentuan Pasal 47 KHI yang menentukan:
- Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan.
- Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan Islam.
- Di samping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotek atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.
Selanjutnya, kita juga dapat melihat ketentuan Pasal 48 (1) KHI, yang berbunyi:
- Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisah harta bersama atau harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
- Apabila dibuat perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat (1) dianggap tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami menanggung biaya kebutuhan rumah tangga.
Kemudian, ketentuan Pasal 49 (1) KHI berbunyi:
- Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masing-masing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.
- Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat (1) dapat juga diperjanjikan bahwa percampuran harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya.
Perjanjian kawin bukan hanya mengikat antara suami istri. Akan tetapi berlaku juga bagi pihak ketiga. Hal ini secara tegas diatur dalam ketentuan Pasal 50 KHI:
- Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
- Perjanjian perkawinan mengenai harta dapat dicabut atas persetujuan bersama suami istri dan wajib mendaftarkannya di Kantor Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan
- sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah mengikat kepada suami istri tetapi terhadap pihak ketiga pencabutan baru mengikat sejak tanggal pendaftaran itu diumumkan suami istri dalam suatu surat kabar setempat.
- Apabila dalam tempo 6 (enam) bulan pengumuman tidak dilakukan yang bersangkutan, pendaftaran pencabutan dengan sendirinya gugur dan tidak mengikat kepada pihak ketiga.
- Pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta tidak boleh merugikan perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya dengan pihak ketiga.
Apa itu Perjanjian Perkawinan?
Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati calon pasangan suami istri sebelum atau sesudah perkawinan dilangsungkan guna mengatur harta kekayaan mereka dalam perkawinan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ↗ (KBBI), merumuskan perjanjian berupa:
- persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu: ~ dagang antara Indonesia dan Jerman Barat telah ditandatangani
- syarat: surat keputusan itu diterima dengan ~ jika ada kekeliruan akan diperbaiki kelak
- tenggang waktu; tempo: dengan ~ dua bulan
- persetujuan resmi antara dua negara atau lebih dalam bidang keamanan, perdagangan, dan sebagainya
- persetujuan antara dua orang atau lebih, dalam bentuk tertulis yang dibubuhi meterai, yang meliputi hak dan kewajiban timbal balik, setiap pihak menerima tembusan perjanjian itu sebagai tanda bukti keikutsertaannya dalam perjanjian itu
Apakah Perjanjian Kawin Diperlukan?
Banyak juga yang bertanya-tanya, apakah perjanjian kawin diperlukan? Untuk apa perjanjian tersebut dibuat? Bukankah hanya akan menimbulkan saling curiga antara suami istri nantinya?
Mengutip Slideshare ↗, perjanjian kawin dibuat oleh calon suami istri karena hal-hal berikut ini:
- bilamana terdapat sejumlah kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak dari pada pihak lain;
- kedua belah pihak masing-masing membawa masukan (inbreng) yang cukup besar;
- masing-masing mempunyai usaha sendiri, apabila salah satu jatuh pailit, yang lain tidak tersangkut
- atas hutang mereka yang dibuat sebelum kawin, masing-masing akan bertanggung jawab sendiri-sendiri
Apakah Perjanjian Kawin Harus dibuat dengan Akta Notaris?
Menurut UU Perkawinan, perjanjian kawin cukup dibuat oleh kedua calon mempelai. Setelahnya perjanjian tersebut disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan yang berwenang untuk itu.
Sementara dalam KUH Perdata, perjanjian pranikah harus dibuat dengan akta notaris. Hal ini secara tegas ditentukan dalam ketentuan Pasal 147 KUH Perdata, yang berbunyi:
“Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan, tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu”.
Sehingga menurut saya, perjanjian kawin sebaiknya dibuat dengan akta notaris, agar menjadi akta autentik.
Kapan Berlakunya Perjanjian Kawin?
Perjanjian kawin mulai berlaku sejak tanggal perkawinan itu dilangsungkan. Perjanjian pranikah ini berlaku untuk para pihak dan juga pihak ketiga.
Penutup
Perjanjian perkawinan ↗ dilakukan sebelum atau sesudah perkawinan dilangsungkan. Perjanjian kawin tersebut dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta masing-masing.
Namun kiranya, perjanjian pranikah dimaksud sebaiknya dibuat dengan akta notaris, sehingga berbentuk akta autentik.
Demikian. Semoga bermanfaat.