Banyaknya peristiwa tindak pidana kekerasan seksual membuat tidak sedikit orang mendorong pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Oleh karenanya, Pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Ada beberapa alasan dari pembentukan UU TPKS ini. Pertama, kekerasan ↗ seksual bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan serta mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat.
Kedua, karena peraturan perundang-undangan ↗ yang berkaitan dengan kekerasan seksual dinilai belum optimal dalam memberikan pencegahan, perlindungan, akses keadilan, dan pemulihan korban.
Untuk itu, artikel ini dibuat untuk mengategorisasi apa saja bentuk tindak pidana kekerasan seksual.
Daftar Isi
19 Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual Menurut UU TPKS
Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU TPKS, terdapat 19 bentuk kekerasan seksual yaitu sebagai berikut:
- pelecehan seksual nonfisik;
- pelecehan seksual fisik;
- pemaksaan kontrasepsi;
- pemaksaan sterilisasi;
- pemaksaan perkawinan;
- penyiksaan seksual;
- eksploitasi seksual;
- perbudakan seksual;
- kekerasan seksual berbasis elektronik.
- perkosaan;
- perbuatan cabul;
- persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/ atau eksploitasi seksual terhadap Anak;
- perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
- pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
- pemaksaan pelacuran;
- tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
- kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
- tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
- tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
5 Tujuan UU TPKS
Secara substansi, UU TPKS dibentuk dengan 5 tujuan utama yaitu[1]:
- mencegah segala bentuk kekerasan seksual;
- menangani, melindungi, dan memulihkan Korban;
- melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku;
- lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan
- menjamin tidak-berulang kekerasan seksual.
Apa itu Tindak Pidana Kekerasan Seksual?
Sebelum membahas tentang definisi tindak pidana kekerasan seksual, artikel ini mengutip beberapa istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Tindak Pidana ↗ perbuatan pidana (perbuatan kejahatan): perlu ditingkatkan pemberantasan — pidana ekonomi seperti penyelundupan dan manipulasi pajak
- n perihal (yang bersifat, berciri) keras
- n perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain
- n paksaan
- berkenaan dengan seks (jenis kelamin);
- berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Mengutip dari laman Merdeka dari Kekerasan Kemendikbud ↗ menyebutkan bahwa Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Menurut UU TPKS, Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sepanjang ditentukan dalam Undang-Undang ini.[2]
Dari pengertian di atas, tindak pidana kekerasan seksual sepanjang diatur dalam UU TPKS—adalah tindak pidana. Untuk itu, di bawah ini merupakan bentuk tindak pidana kekerasan seksual.
Tindak Pidana Kekerasan Seksual Menurut UU TPKS
Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU TPKS, ada beberapa kategori tindak pidana kekerasan seksual yaitu:
Pelecehan Seksual Nonfisik
Menurut penjelasannya, perbuatan seksual secara nonfisik adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.
Menurut ketentuan Pasal 5 perbuatan seksual secara nonfisik ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.
Pelecehan Seksual Fisik
Pelecehan seksual fisik ini berhubungan dengan fisik, yaitu melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.
Selain itu, seseorang dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan ↗ juga merupakan bagian pelecehan seksual fisik.
Pemaksaan Kontrasepsi
Pemaksaan kontrasepsi merupakan salah satu tindak pidana kekerasan seksual. Menurut ketentuan Pasal 8 UU TPKS menyebutkan bahwa orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya untuk sementara waktu, dipidana karena pemaksaan kontrasepsi, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pemaksaan Sterilisasi
Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya secara tetap, dipidana karena pemaksaan sterilisasi, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).[3]
Pemaksaan Perkawinan
Perbuatan pemaksaan perkawinan merupakan salah satu tindak pidana kekerasan seksual. Pemaksaan perkawinan dimaksud mencakup perkawinan anak ↗, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan[4].
Terhadap hal tersebut, setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)[5].
Penyiksaan Seksual
Ketentuan penyiksaan seksual diatur melalui ketentuan Pasal 11 UU TPKS, yang menyebutkan:
Setiap pejabat atau orang yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan pejabat melakukan kekerasan seksual terhadap orang dengan tujuan:
- intimidasi untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau pihak ketiga;
- persekusi atau memberikan hukuman terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya; dan/atau
- mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan/ atau seksual dalam segala bentuknya, dipidana karena penyiksaan seksual, dengan pidana ↗ penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Eksploitasi Seksual
Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang ↗, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)[6].
Perbudakan Seksual
Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana ↗ karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[7]
Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik
Kekerasan seksual berbasis elektronik mencakup beberapa hal yaitu:
- melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;
- mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau
- melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual.
Di samping itu, menurut ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU TPKS menyebutkan:
Selain Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga meliputi:
- perkosaan;
- perbuatan cabul;
- persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/ atau eksploitasi seksual terhadap Anak ↗;
- perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
- pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
- pemaksaan pelacuran;
- tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
- kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
- tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
- tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penutup
Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan dan kekerasan seksual. Sebab, kekerasan seksual merupakan tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.
Untuk itu, dibentuklah UU TPKS yang mengatur jenis kekerasan seksual beserta ancaman hukuman sebagaimana di atas.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Ketentuan Pasal 3 UU TPKS.
[2] Lihat Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU TPKS.
[3] Lihat Ketentuan Pasal 9 UU TPKS.
[4] Lihat Ketentuan Pasal 10 ayat (2) UU TPKS.
[5] Lihat Ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU TPKS.
[6] Lihat Ketentuan Pasal 12 UU TPKS.
[7] Lihat Ketentuan Pasal 13 UU TPKS.