Last Updated: 18 Nov 2022, 11:19 pm
Melangsungkan pernikahan memang dianjurkan bagi yang sudah mampu. Namun demikian, ada beberapa perkawinan yang dilarang. Hal ini juga telah diatur dalam peraturan perundang-undangan khususnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-undang Perkawinan ↗.
Apabila Anda sedang mencari informasi terkait dengan larangan perkawinan, maka sudah tepat Anda membaca artikel ini. Tulisan ini membahas tentang perkawinan yang dilarang, yang kiranya membuat kita berhati-hati, terutama kepada siapa kita menikah.
Apa saja perkawinan yang dilarang dimaksud?
Daftar Isi
8 Jenis Perkawinan yang Dilarang dalam KHI
Ada beberapa jenis perkawinan yang dilarang dalam Kompilasi Hukum Islam, antara lain:
- Adanya Pertalian Nasab
- Adanya Pertalian Kerabat Semenda
- Adanya Pertalian Sesusuan
- Adanya Keadaan Tertentu
- Terdapat Hubungan Nasab atau Sesusuan dengan Istrinya
- Seorang Pria Telah Memiliki 4 (empat) Orang Istri
- Perkawinan yang Dilarang dengan Bekas Istri
- Terdapat Perbedaan Agama
- Perkawinan yang Dilarang Menurut Undang-undang Perkawinan
Dari beberapa larangan perkawinan di atas, akan dipecah menjadi beberapa bagian lagi. Bagian-bagian tersebut antara lain:
1. Adanya Pertalian Nasab
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan karena adanya pertalian nasab[1].
Apa itu Nasab? Mengutip Nurul Irfan dalam artikelnya ↗, nasab merupakan pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah, baik ke atas, ke bawah, maupun ke samping.
Sehingga perkawinan yang dilarang antara seorang pria dengan seorang wanita, karena adanya pertalian nasab dimaksud yaitu:
- dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
- dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
- dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
2. Adanya Pertalian Kerabat Semenda
Di samping pernikahan yang dilarang karena adanya pertalian nasab, juga dilarang kawin karena adanya pertalian kerabat semenda.
Apa itu Semenda? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ↗), semenda didefinisikan sebagai:
- pertalian keluarga karena perkawinan dengan anggota suatu kaum (misalnya orang yang kawin dengan saudara atau kemenakan istri atau suami): adat — aturan adat bermamak kemenakan (menurut garis ibu)
- kerabat karena hubungan perkawinan
Untuk itu, dilarang menikah dengan seorang, yang karena adanya pertalian kerabat semenda[2], yaitu:
- dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya;
- dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya;
- dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul;
- dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.
3. Adanya Pertalian Sesusuan
Perkawinan yang dilarang juga karena adanya pertalian sepersusuan, yang mencakup[3].
- dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
- dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
- dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah;
- dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
- dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
4. Adanya Keadaan Tertentu
Pernikahan yang dilarang bukan hanya adanya hubungan nasab dan semenda, akan tetapi, ada kondisi tertentu yang mengakibatkan terhalangnya perkawinan. Untuk itu, maksud poin ini adalah seorang pria dan seorang wanita dilarang melangsungkan perkawinan karena:
- Wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
- seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
- seorang wanita yang tidak beragama Islam[4].
5. Terdapat Hubungan Nasab atau Sesusuan dengan Istrinya
Maksud konteks ini adalah seorang pria yang ingin memadu istrinya, namun yang dimadunya tersebut ternyata seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya. Hubungan nasab atau sesusuan tersebut antara lain saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya; atau wanita dengan bibinya atau kemenakannya[5].
Hal ini sangat dilarang meskipun istri-istrinya telah ditalak raj`i, tetapi masih dalam masa iddah[6].
6. Seorang Pria Telah Memiliki 4 (empat) Orang Istri
Menurut ketentuan Pasal 42 KHI, seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak ↗ raj`i ataupun salah seorang di antara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj`i.
Baca Juga: Suami Ingin Poligami, Apakah Wajib Mendapatkan Izin?
7. Perkawinan yang Dilarang dengan Bekas Istri
Ketentuan Pasal 43 KHI menjelaskan bahwa perkawinan dilarang antara seorang pria dengan seorang wanita bekas istrinya yang telah ditalak tiga kali. Akan tetapi, larangan tersebut tidak berlaku apabila ternyata bekas istrinya tersebut telah kawin lagi dengan pria lain. Kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis masa iddah-nya.
Di samping itu, pria tersebut dilarang menikahi bekas istrinya yang di-li’an.
8. Terdapat Perbedaan Agama
Di Indonesia, telah banyak terjadi perkawinan beda agama. Maksudnya antara pria dengan perempuan yang menikah berlainan agama. Yang satu Islam, yang satu lagi non-Muslim atau sebaliknya.
Akan tetapi, menurut ketentuan Pasal 44 KHI, seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Pasal ini hanya menentukan wanita Islam yang tidak boleh menikah dengan laki-laki yang bukan Muslim. Sementara pengaturan pria yang dilarang atau tidak dilarang, tidak diatur.
9. Perkawinan yang Dilarang Menurut Undang-undang Perkawinan
Selain pengaturan larangan nikah dalam KHI, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 juga mengatur tentang larangan perkawinan. Dalam ketentuan Pasal 8 UU perkawinan mengatur bahwa antara dua orang dilarang kawin apabila:
- berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
- berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
- berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
- berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
- berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;
- mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Batalnya Perkawinan
Konsekuensi atau akibat hukum apabila tetap melangsungkan perkawinan padahal telah terdapat larangan kawin, adalah batalnya perkawinan ↗ dimaksud. Batalnya perkawinan ini secara tegas diatur melalui ketentuan Pasal 70 KHI. Ketentuan tersebut mengatur, perkawinan batal apabila:
- Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri sekalipun salah satu dari keempat istrinya dalam iddah talak raj`i;
- seseorang menikah bekas istrinya yang telah di-li`an-nya;
- seseorang menikah bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba`da al dukhul dan pria tersebut dan telah habis masa iddah-nya;
- perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah;
- semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undang No.1 Tahun 1974, yaitu:
- berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas.
- berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
- berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.
- berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
- istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya.
Penutup
Meskipun dianjurkan untuk menikah, akan tetapi perlu kiranya berhati-hati, karena jangan sampai melangsungkan perkawinan, yang ternyata ada larangan untuk itu. Melangsungkan perkawinan ↗ yang dilarang dimaksud antara lain: pertama, karena ada pertalian nasab. Kedua, adanya pertalian kerabat semenda.
Ketiga, dilarang kawin dengan seorang yang mempunyai pertalian sesusuan. Keempat, adanya kondisi tertentu yang antara lain menikahi seorang perempuan yang ternyata masih terikat perkawinan dengan pria lain.
Kelima, larangan seorang pria menikah apabila telah memiliki empat orang istri sebagaimana disebutkan di atas. Keenam, perkawinan yang dilarang dengan bekas istri, yang salah satu contohnya adalah telah ditalak tiga kali. Ketujuh seorang wanita Islam dilarang kawin dengan pria yang Non-Muslim.
Jadi, sudah tahu, kan, daftar perkawinan yang dilarang?
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Ketentuan Pasal 39 ayat (1) KHI.
[2] Lihat Ketentutan Pasal 39 ayat (2) KHI.
[3] Lihat Ketentuan Pasal 39 ayat (3) KHI.
[4] Lihat Ketentuan Pasal 40 KHI.
[5] Lihat Ketentuan Pasal 41 ayat (1) KHI.
[6] Lihat Ketentuan Pasal 41 ayat (2) KHI.