Salah satu pengalihan hak adalah dengan cara lelang. Namun, banyak yang mempersoalkan barangnya dilelang, sehingga mengajukan keberatan baik di dalam maupun di luar Pengadilan ↗.
Sebagai pihak pembeli, tentu saja merasa terganggu dengan adanya keberatan tersebut. Untuk itulah artikel kekuatan hukum membeli barang lelang ini dibuat.
Pilihan membeli barang lelang dipilih banyak orang karena biasanya mendapatkan harga yang murah. Di samping itu, juga dapat menilai kualitas suatu barang yang akan dilelang tersebut.
Ditinjau dari keamanan, bisa dibilang terjamin sebab lelang dilakukan oleh pejabat lelang yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebelum melakukan lelang, pejabat yang ditunjuk tersebut akan memvalidasi objek lelang, mulai dari legalitas, subjek penjual—apakah pihak yang berhak atau tidak, dan seterusnya.
Untuk itu, sebelum membahas kekuatan hukum membeli barang lelang, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu apa itu lelang.
Daftar Isi
Apa itu Lelang?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) lelang ↗ adalah penjualan di hadapan orang banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi) dipimpin oleh pejabat lelang.
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan R.I Nomor: 27 /PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK Nomor: 27/PMK.06/2016) menyebutkan:
“Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang“.
Dengan demikian, lelang adalah bentuk penjualan barang-barang yang dipimpin oleh pejabat lelang dan dilaksanakan di depan orang banyak berdasarkan penawaran yang lebih tinggi sebagai pembeli barang lelang; setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaan harga secara lisan dan atau secara tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli[1].
Telah disebutkan di atas bahwa salah satu jenis pengalihan hak adalah dengan cara pembelian melalui lelang. Dalam artikel Kriteria Pembeli yang Beritikad Baik ↗, sudah disebutkan Seorang pembeli yang melakukan pembelian tanah melalui lelang umum—sepanjang sesuai dengan prosedur, dianggap pembeli yang beritikad baik. Pelelangan ini merupakan jual beli dalam bentuk berbeda, karena jual-beli barang dilaksanakan melalui Kantor Lelang Negara.
Di atas kita telah mengetahui apa itu lelang. Sekarang membahas tentang kekuatan hukum membeli barang lelang.
Kekuatan Hukum Membeli Barang Lelang
Hal pertama yang harus dipahami adalah prinsip lelang. Sebab, setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah[2]. Sehingga, lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan[3].
Apabila lelang dilakukan sesuai dengan ketentuan, maka akan diterbitkan risalah lelang ↗.
Apa itu Risalah Lelang?
Apa itu risalah lelang? Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna[4].
Pejabat lelang juga akan memberikan Kutipan Risalah Lelang yang berlaku sebagai Akta Jual Beli (acte van transport) dan dipergunakan untuk balik nama sehingga tidak diperlukan lagi adanya Akta Jual Beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT.
Meskipun membeli barang lelang, tidak bisa menampik adanya permasalahan hukum yang terjadi di kemudian hari. Misalnya ada pihak-pihak yang keberatan terhadap objek lelang, dan kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Yurisprudensi Putusan Membeli Barang Lelang
Kekuatan hukum membeli barang lelang ini dapat kita jumpai beberapa Yurisprudensi ↗ Mahkamah Agung.
Putusan Nomor 821 K/Sip/1974.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 821K/Sip/1974, yang menyatakan bahwa pembeli yang membeli suatu barang melalui pelelangan umum oleh Kantor Lelang Negara adalah sebagai pembeli yang beritikad baik dan harus dilindungi oleh undang-undang.
Putusan Nomor: 1068 K/Pdt/2008
Selain Yurisprudensi di atas, terdapat pula Putusan Nomor: 1068 K/Pdt/2008, tanggal 21 Januari 2009. Dalam Putusan tersebut memberikan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pembatalan lelang yang telah dilakukan berdasarkan adanya putusan ↗ yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat dibatalkan.
- Bahwa sebagai pembeli lelang terhadap objek sengketa sesuai dengan berita acara lelang, adalah pembeli yang beritikad baik, oleh karena itu harus dilindungi, karena lelang didasarkan pada putusan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga lelang tersebut adalah benar.
Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membeli barang melalui lelang memiliki kekuatan hukum yang kuat. Sebab, apabila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, yang kemudian berakhir dengan adanya risalah lelang, maka hal demikian itu merupakan akta autentik.
Meskipun demikian, bisa saja ada pihak-pihak yang berkepentingan keberatan atas lelang. Sehingga dapat berujung pada gugatan ke pengadilan ↗. Namun demikian, pembeli melalui lelang dijamin kepastian hukumnya.
Jadi, sudah tahu kan kekuatan hukum membeli barang melalui lelang?
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] M. Marwan & Jimmy P, Kamus Hukum, Penerbit Reality Publisher, Surabaya: 2009., hlm., 403.
[2] Lihat Ketentuan Pasal 2 PMK Nomor: 27/PMK.06/2016.
[3] Lihat Ketentuan Pasal 4 PMK Nomor: 27/PMK.06/2016.
[4] Lihat Ketentuan Pasal angka 35 PMK Nomor: 27 /PMK.06/2016