Pertanyaan: Saya dan suami sudah hendak bercerai. Di masa perkawinan, kami memiliki utang. Apakah setelah perceraian terjadi akan menghilangkan kewajiban membayar utang bersama, atau hanya salah satu pihak saja yang boleh membayar?
Pada dasarnya perceraian tidak mengakibatkan salah satu pihak dibebaskan dari kewajiban membayar utang, yang dibuat pada saat masih terikat dalam perkawinan. Dengan kata lain, perceraian tidak menghilangkan kewajiban membayar utang bersama.
Untuk lebih jelasnya, silakan simak hal-hal berikut ini.
Daftar Isi
Apa itu Perceraian?
Mengutip penjelasan dalam artikel Cara Mengajukan Cerai Tanpa Pengacara ↗, terdapat beberapa pengertian perceraian dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya ketentuan Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebutkan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan adanya putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu, berdasarkan alasan-alasan perceraian ↗ sebagaimana dalam undang-undang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan, cerai ↗ adalah 1) pisah; 2) putus hubungan sebagai suami istri; talak. Sementara perceraian ↗ merupakan 1) perpisahan; perpecahan. 2) perihal bercerai (antara suami istri).
Menurut ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan, Perceraian artinya mengakibatkan putusan perkawinan serta segala akibatnya. Adapun sebab putusnya perkawinan antara lain karena: kematian, perceraian, atau atas putusan pengadilan ↗.
Apa itu Utang?
Menurut KBBI, mendefinisikan utang ↗ adalah:
- uang yang dipinjam dari orang lain: membayar — di bank
- kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima: — budi dibawa mati
Wikipedia menyebutkan utang ↗ adalah sesuatu yang dipinjam, baik berupa uang maupun benda. Seseorang atau badan usaha yang meminjam disebut debitur. Entitas yang memberikan utang disebut kreditur. Utang termasuk dalam pembayaran yang ditangguhkan, pembayaran beberapa seri, yang dibedakan dari pembelian langsung. Utang itu bisa dilakukan oleh entitas seperti negara, pemerintah lokal, perusahaan, dan individual. Utang Komersial secara umum termasuk di dalam perjanjian ↗ kontrak terkait jumlah dan jangka waktu pembayaran baik dari sisi prinsip dan bunga pinjaman …
Perceraian tidak Menghilangkan Kewajiban Membayar Utang Bersama
Lantas, apakah perceraian tidak menghilangkan kewajiban membayar utang bersama? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya membahas terlebih dahulu mengenai harta dalam masa perkawinan. Mengenai harta ini, terdapat harta bersama dan harta bawaan.
Apa itu Harta Bawaan?
Menurut KBBI, harta bawaan ↗ adalah harta sendiri yang dibawa dalam perkawinan yang bukan harta bersama; harta pembawaan.
Mengutip Wikipedia, Harta bawaan ↗ adalah harta yang dimiliki oleh masing-masing pihak sebelum melangsungkan perkawinan. Harta bawaan berbeda dengan harta bersama, yaitu harta yang dianggap sebagai kepemilikan bersama dari dua pihak yang terikat dalam perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara implisit mengatur harta bawaan, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 87:
- Harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
- Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa harta bawaan adalah harta benda yang dibawa oleh suami atau istri pada waktu kawin dan bukan merupakan harta bersama; Semua harta yang datang, dibawa oleh suami atau oleh istri ketika perkawinan itu terjadi, jadi sebagai kebalikan dari harta penantian[1].
Apa itu Harta Bersama?
Dalam artikel terdahulu yang berjudul Syarat dan Proses Gugatan Harta Bersama ↗ terdapat beberapa definisi harta bersama. Beberapa di antaranya kembali dikutip dalam artikel ini.
Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun[2].
Selanjutnya menurut Pasal 119 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebutkan:
“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan ↗. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri“.
KBBI mendefinisikan Harta Bersama ↗ adalah harta yang digunakan (dimanfaatkan) bersama-sama.
Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan:
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”
Pembagian Harta Bersama
Pada dasarnya pembagian harta bersama dibagi dua untuk masing-masing pihak bekas suami istri sepanjang tidak ditentukan lain. Namun, adakalanya ketika salah satu pihak keberatan, maka bisa berujung gugatan ke Pengadilan. Di Pengadilan pun pembagian harta bersama tak selamanya dibagi 2 ↗.
Ada kondisi-kondisi tertentu yang mengakibatkan bekas istri mendapat porsi yang lebih banyak atas harta bersama.
Bagaimana Jika Perkawinan itu Menimbulkan Utang?
Apabila ternyata di dalam perkawinan menimbulkan utang untuk dipergunakan kebutuhan rumah tangga, maka menurut hukum keduanya memiliki kewajiban membayar utang bersama. Bagaimana pun kondisinya, utang haruslah dibayar. Pembayaran utang bersama tersebut dapat menggunakan harta bersama.
Artinya, utang dalam perkawinan harus ditanggung antara bekas suami istri. Dengan kata lain, perceraian tidak mengakibatkan kewajiban membayar utang bersama bagi salah satu pihak. Utang haruslah dibayar keduanya dengan menggunakan harta bersama sebelum dibagi dua.
Perceraian tidak Menghilangkan Kewajiban Membayar Utang Bersama
Mengenai perceraian tidak menghilangkan kewajiban membayar utang bersama ini terdapat dalam Yurisprudensi ↗ Mahkamah Agung. Salah satunya adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 1904 K/Pdt/2007, tanggal 16 September 2008. Adapun kaidah hukum putusan tersebut menyebutkan:
Bahwa berdasarkan Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 36 ayat 1 dan ayat 2, dengan penafsiran a contrario, maka semua utang-utang yang terjadi pada saat perkawinan/selama perkawinan adalah tanggung jawab bersama.
Mahkamah Agung berpendapat, bahwa utang yang dibuat oleh para pihak pada saat perkawinan sedang berlangsung, maka utang tersebut menjadi beban dan tanggung jawab bersama, sehingga sita jaminan terhadap harta bersama (gono-gini) adalah sah dan berharga.
Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perceraian tidak menghilangkan kewajiban membayar utang bersama. Sepanjang utang tersebut dilakukan pada saat perkawinan ↗ berlangsung, maka haruslah menjadi tanggung jawab bersama.
Pembayaran utang bersama dapat dilakukan dengan harta bersama, sebelum harta-harta tersebut dibagi dua.
Jadi, sudah tahu, kan bahwa perceraian tidak menghilangkan kewajiban membayar utang bersama?
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya: 2009, hlm., 248-249.
[2] Lihat Ketentuan Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam.