Lompat ke konten

Mungkin Jarang Terdengar, Ini 10 Jenis Putusan Pengadilan

Bacaan 4 menit
10-jenis-putusan-pengadilan
Ilustrasi. Sumber gambar QuinceCreative, Pixabay.

Ada beberapa jenis putusan pengadilan. Putusan pengadilan tersebut baik putusan akhir maupun putusan antara (sela). Putusan akhir terdapat 3 istilah. Demikian juga putusan sela memiliki 4 istilah.

Inilah yang kemudian memacu saya menulis jenis putusan pengadilan—ditinjau dari istilah-istilah tersebut.

Artikel ini secara khusus membahas tentang perbedaan mendasar antara putusan akhir dan putusan sela. Di samping itu, juga mengurai apa saja jenis putusan akhir dan putusan sela. Putusan tersebut tentu saja didasarkan pada gugatan atau permohonan.

Baiklah, agar tidak berlama-lama pada bagian pengantar ini, kita langsung saja membahas tentang jenis putusan pengadilan.

Baca juga: Penting Mengetahui 23 Proses Persidangan Perdata

10 Jenis Putusan Pengadilan

  1. Putusan Condemnatoir
  2. Putusan Constitutif
  3. Putusan Declaratoir
  4. Putusan Praeparatoir
  5. Putusan Interlocutoir
  6. Putusan Insidentil
  7. Putusan Provisionil
  8. Putusan Kontradictoir
  9. Putusan Verstek
  10. Putusan Gugatan Gugur

Putusan Akhir (lind vonnis)

Apa itu Putusan Akhir?

Putusan akhir (lind vonnis) adalah Putusan yang sifatnya mengakhiri suatu sengketa dalam tingkat Peradilan tertentu. Misalnya putusan akhir pada pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan Mahkamah Agung.

Sependek pengetahuan saya, jenis putusan pengadilan ini terdapat beberapa macam. Putusan akhir tersebut antara lain:

1. Putusan Condemnatoir (Putusan yang bersifat menghukum)

Putusan condemnatoir merupakan putusan yang memiliki sifat menghukum. Sifat menghukum ini bagi yang dikalahkan dalam suatu sengketa di persidangan. Sehingga bagi pihak yang dikalahkan tersebut dihukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Sebagai contoh: A telah melakukan wanprestasi terhadap B. B kemudian menggugat ke pengadilan. Pengadilan memutuskan B menang sementara A dikalahkan. A dihukum untuk melakukan sesuatu berupa membayar sisa utang kepada si B.  

2. Putusan Constitutief (Pengaturan)

Putusan Constitutief adalah putusan yang bersifat menciptakan atau pengaturan sehingga dapat meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan keadaan hukum yang baru.

Sebagai contoh: A dan B dahulu menikah. Karena suatu masalah, A menggugat B ke pengadilan. Pengadilan mengeluarkan putusan yang pada pokoknya perkawinan antara A dan B telah putus. Dengan kata lain, pengadilan menciptakan keadaan hukum baru yaitu memutuskan hubungan perkawinan A dan B.

3. Putusan Declaratoir (Putusan Pernyataan)

Putusan declaratoir adalah putusan yang hanya sekadar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan hukum.

Sebagai contoh: A memohon kepada pengadilan terkait dengan perubahan nama. Atas permohonan tersebut kemudian pengadilan mengeluarkan satu penetapan yang pada pokoknya A berubah nama menjadi B.

Contoh lain putusan declaratoir adalah pengakuan anak. A memohon kepada pengadilan mengenai pengakuan anak. Dari permohonan tersebut A ditetapkan sebagai ayah sah dari si anak.

Putusan Sela (tussen Vonnis)

Apa itu Putusan Sela?

Putusan Sela atau disebut putusan antara adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir. Putusan sela dikeluarkan oleh hakim untuk  memungkinkan atau mempermudah pemeriksaan perkara selanjutnya dalam rangka memberikan putusan akhir.

Setidaknya terdapat empat macam putusan sela, antara lain:

1. Putusan Praeparatoir

Putusan praeparatoir adalah putusan untuk menggabungkan dua perkara menjadi satu, atau putusan untuk menetapkan tenggang waktu di mana para pihak harus bertindak.

Putusan yang dijatuhkan oleh hakim guna mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara tanpa mempengaruhi pokok perkara dan putusan akhir

2. Putusan Interlucutoir

Putusan interlucotoir adalah putusan yang isinya perintah pembuktian[1]

3. Putusan Insidentil

Mengutip Kamus Hukum Online yang mendefinisikan bahwa putusan insidentil adalah putusan yang bersifat sementara untuk mencegah timbulnya akibat hukum yang lebih lanjut sebelum putusan dijatuhkan.

4. Putusan Provisionil

Putusan provisionil adalah putusan atas permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.[2]

Di samping jenis putusan pengadilan di atas, terdapat juga putusan yang didasarkan pada kehadiran para pihak.

Putusan Berdasarkan Kehadiran Para Pihak

1. Putusan Contradictoir

Mengutip Academia.edu, yang menyebutkan bahwa Putusan Contradictoir  adalah putusan yang menyatakan bahwa Tergugat atau Para Tergugat pernah hadir dalam persidangan, tetapi dalam persidangan selanjutnya  tergugat atau salah satu tergugat tidak pernah hadir walaupun sudah pernah dipanggil secara patut.

2. Putusan Verstek

Putusan verstek atau in absensia adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim di mana pihak tergugat atau kuasanya tidak pernah menghadiri sidang tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara patut.

3. Putusan Gugatan Gugur

Jenis putusan pengadilan ini didefinisikan sebagai putusan yang dijatuhkan karena pihak penggugat tidak pernah menghadiri sidang pada hari yang telah ditentukan. Meskipun pihak penggugat tersebut telah dipanggil secara patut oleh pengadilan. Dengan tidak hadirnya pihak penggugat tersebut, maka pengadilan menyatakan gugatan penggugat gugur.

Simpulan

Jenis putusan pengadilan ternyata berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dikategorikan putusan akhir, putusan sela, dan putusan berdasarkan kehadiran para pihak.

Jenis putusan pengadilan yang berupa putusan akhir antara lain Putusan Condemnatoir (putusan yang bersifat menghukum); Putusan Constitutief (bersifat pengaturan); dan Putusan Declaratoir (bersifat pernyataan).

Sementara untuk jenis putusan pengadilan yang berupa putusan sela mencakup putusan praeparatoir, interlocutoir, insidentil, dan provisionil. Untuk putusan yang berdasarkan kehadiran para pihak yaitu putusan kontradictoir, verstek, dan putusan gugatan gugur.

Demikian. Semoga bermanfaat


[1] Marwan & Jimmy, Kamus Hukum, Reality Publisher, Cetakan I, Surabaya: 2009., hlm., 517.

[2] Ibid., hlm., 517-518.

Tinggalkan Balasan