Lompat ke konten

Administrasi Kependudukan “Kacau”: Gagal Jadi Hakim

Bacaan 5 menit

Last Updated: 22 Nov 2021, 04:40 pm

pentingnya administrasi kependudukan

Begitu pentingnya administrasi kependudukan sebagai Warga Negara Indonesia. Sama sekali tidak dapat ditawar. Harga pas.

Administrasi Kependudukan “Kacau”: Gagal Jadi Hakim

Anda mengurus Surat Ijin Mengemudi (SIM), wajib melampirkan KTP. Demikian juga jika ingin beli rumah. Diharuskan melampirkan Kartu Keluarga (KK) dan sebagainya.

Semua hal di atas dapat disebut Administrasi Kependudukan.

Apa sih Administrasi Kependudukan Itu?

Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam
penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan
Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya
untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

Artinya, setiap peristiwa kelahiran, wajib dilakukan pencatatan. Dari peristiwa kelahiran itu, kemudian dikeluarkan Akta kelahiran, yang dapat disebut sebagai dokumen kependudukan.

Apa itu Dokumen Kependudukan?

Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana
yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Pada cerita kali ini, saya ingin menceritakan bagaimana, dahulu, betapa amburadulnya dokumen kependudukan saya. Menyadari kacau balau itu, ketika pendaftaran Calon Hakim beberapa tahun silam. Saya membenahinya ketika ingin dilantik dan disumpah sebagai Advokat.

Administrasi Kependudukan ‘Kacau’, Gagal Jadi Calon Hakim

Mengapa Administrasi Kependudukan itu penting? Dan mengapa Dokumen Kependudukan itu sangat krusial? Karena bisa membuat kita ‘gagal’ dalam berbagai hal.

Saya pernah mengalaminya hingga gagal tes menjadi Calon Hakim.

Pada 2017 saya beserta 3 orang rekan mencoba mengikuti tes Calon Hakim. Seperti syarat pada umumnya, harus melampirkan KTP, Ijazah, KK dan dokumen lain. Persoalan muncul.

Persoalannya adalah tempat, tanggal, dan bulan lahir antara KTP, KK dengan Ijazah saya berbeda. Tanggal dan bulan lahir terbalik. Saling tukar. Sementara tempat kelahiran sangat berbeda jauh dari yang tercantum pada Ijazah.

Memang sedari SMP, Bapak saya sering mengatakan bahwa saya lahir tanggal sekian bulan sekian. Kata-kata itu terekam terus di ingatan.

Hingga akhirnya ketika kuliah, saya tidak mengecek ijazah SD, SMP, SMA terlebih dahulu. Main isi formulir dengan berbekal ingatan tadi. Sampai pada pembuatan dokumen kependudukan pun demikian.

Saya baru tersadar ketika saat pendaftaran Calon Hakim tadi. Hari itu benar benar hari yang bikin frustrasi.

Di sisi lain rekan-rekan menertawakan saya: “warga negara illegal” kata mereka. Di samping frustrasi, saya juga merasa ini hal yang lucu. Setidaknya bagi saya—yang amburadul administrasi kependudukan.

Saya sudah memastikan bahwa saya akan gugur pada seleksi administrasi. Dan benar. Ketiga kawan saya lolos sampai tes. Saya terhenti di tangga pertama. Mungkin kata panitia seleksi, “Nih orang kok ngebet banget ngikut seleksi dengan administrasi yang kacau balau.”

Memperbaiki Dokumen Kependudukan

Berbekal dari kegagalan itu, saya akhirnya balik kampung memulai mengurus semua administrasi. Menjadikannya “satu suara”. Pilihannya ada dua. Pertama, mengubah ijazah. Kedua, merevisi akta lahir, KK, dan KTP.

Kalau mengubah ijazah, maka sistem pengurusannya akan memakan waktu dan berbelit belit. Lagi pula, mulai dari Ijazah SD sampai S1, itu satu suara. Tidak ada yang berbeda.

Pada akhirnya saya memilih jalan kedua: mengubah administrasi kependudukan di atas. Saya harus bolak balik ke dinas yang bersangkutan. Terus-menerus dilakukan hingga akhirnya tuntas.

Setelah tuntas dan cocok dengan ijazah, saya balik ke Jakarta dan siap bergelut kembali dengan tes calon hakim. Sayangnya, hingga tahun 2020 saya menunggu, tidak juga dibuka penerimaan cakim.

Dari kerepotan saya mengurus administrasi kependudukan yang merupakan kesalahan fatal, akhirnya saya berprinsip, jangan sampai hal itu terjadi pada anak saya. Untuk itu, sejak kelahirannya, saya harus memastikan administrasi kependudukan anak semua seragam, dan sesuai yang diinginkan.

Daftar Akta Lahir Online

Sebelum anak kami lahir, saya sudah mencari tahu: apa saja persyaratan membuat akta kelahiran. Ternyata, syaratnya mudah. Satu saja yang belum pasti, yaitu surat keterangan lahir dari tempat persalinan.

Peningkatan sekaligus perbaikan pelayanan administrasi kependudukan di Indonesia ini sudah ada kemajuan. Khususnya administrasi kependudukan. Pemerintah memanfaatkan teknologi untuk mempermudah masyarakat.

Melalui aplikasi yang dapat di-download di Playstore, saya mendaftarkan pembuatan akta kelahiran secara online. Gratis dan sangat menghemat waktu.

Pada aplikasi tersebut, cukup upload KTP orang tua, KTP saksi—yang menyaksikan anak kami lahir, KK, dan Surat Keterangan Kelahiran.

Setelah saya upload dokumen di atas. Keluar pemberitahuan bahwa akta kelahiran dimaksud, dapat diambil dalam waktu 5 hari kerja sejak pendaftaran. Setelah lima hari, saya ke dinas terkait. Memastikan apakah benar sudah terbit atau hanya janji palsu.

Ternyata benar. Akta kelahiran anak saya sudah terbit. Namun, bukan secara fisik, tetapi secara online yang dikirim ke nomor WhatsApp dan Email. Akta kelahiran itu ditandatangani secara elektronik menggunakan Quick Response (Kode QR). Atau dengan kata lain, tanda tangan elektronik tersertifikasi.

Apa itu Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi (TTE)?

Mengutip Kominfo.go.id, TTE tersertifikasi adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi data lewat Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh PSrE Indonesia.

Saya mengecek kode QR. Benar adanya. Saya mengeceknya dengan teliti, cermat. Penuh kehati-hatian. Memastikan apakah nama sudah sesuai. Tempat dan tanggal lahir tak luput dari sorot mata. Trauma dari pengalaman kacaunya dokumen kependudukan saya.

Saya juga meminta bantuan Istri. Mengirim dokumen itu melalui WA. Memintanya meneliti dengan saksama. Istri membalas, “sudah benar.”

Satu Jurus, Tiga Dokumen

Dari permohonan pembuatan akta lahir anak saya, ternyata ada dokumen lain yang juga ikut terbit secara bersamaan. Padahal saya sudah membayangkan akan mengurus lagi dokumen itu.

Adalah kartu keluarga, yang ikut berubah dengan penambahan satu anggota keluarga lagi. KK tersebut langsung dikirim ke email saya pada hari itu juga.

Selain itu, ada Kartu Identitas Anak (KIA). Untuk KIA ini, dalam bentuk fisik. Ukurannya sebesar KTP.

Apa itu Kartu Identitas Anak (KIA)

KIA adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota.[1]

Artinya, seluruh anak wajib memiliki KIA sebagai identitas jati diri anak yang berusia di bawah 17 tahun dan belum menikah.

Tujuan penerbitan KIA untuk meningkatkan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik serta sebagai upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.[2]

Mengalami pelayanan yang memudahkan tersebut, artinya satu juru, tiga dokumen kependudukan yang saya dapat. Pengalaman ini sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan pelayanan beberapa tahun silam. Sangat buruk.

Penutup

Dokumen kependudukan sangat penting. Setiap pengurusan administrasi di mana pun, kadang mensyaratkan dokumen penduduk. KTP, KK, Akta lahir, dan sebagainya.

Untuk itu, cek kembali dokumen kependudukan Anda apakah seragam mengenai identitasnya atau tidak. Karena jangan sampai mengalami apa yang saya alami di atas.

Gagal jadi Calon Hakim hanya gara-gara amburadulnya dokumen kependudukan.

Semoga bermanfaat.


[1] Lihat Pasal 1 angka 7 Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak

[2] Lihat Pasal 2

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Exit mobile version