Last Updated: 11 Apr 2022, 12:31 pm
Perluasan makna Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berdampak pada ramainya sengketa TUN. Hal itu terjadi karena berlakunya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Karena di dalamnya terdapat beberapa perluasan baik subjek maupun objek TUN.
Melalui artikel ini, saya ingin membahas perluasan makna keputusan tata usaha negara. Pembahasan ini tentu saja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP).
Daftar Isi
Perluasan Makna Keputusan Tata Usaha Negara
Sebelum membahas secara detail perluasan makna keputusan tata usaha negara, sebaiknya secara singkat mengetahui definisi dari keputusan TUN itu sendiri.
Baca Juga: Penting Mengetahui Pembatasan Kasasi Perkara TUN ↗
Apa itu Keputusan TUN?
Dalam artikel Apa itu Keputusan Tata Usaha Negara ↗, saya sudah memberikan beberapa pengertian. Namun, pada artikel kali ini, saya ingin mengacu pada Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun).
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mendefinisikan.
“Keputusan tata usaha negara yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara ↗ yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata“.
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan:
“Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata“.
Jadi, berdasarkan ketentuan di atas, kita sudah memahami apa itu keputusan tata usaha negara.
Apa itu Administrasi Pemerintahan?
Sebagaimana telah disebutkan di atas, perluasan makna keputusan tata usaha negara ini ditinjau dari UU Administrasi Pemerintahan. Sehingga, perlu kiranya memahami definisi administrasi pemerintahan.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyebutkan:
”Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan”.
Mencermati bunyi pasal di atas, dapat disimpulkan, bahwa administrasi pemerintahan adalah bentuk pengaturan administrasi di dalam pemerintahan itu sendiri. Baik mengatur secara internal maupun eksternal—yang menyangkut hubungan kepada warga masyarakat.
Mengutip dari laman digilib.uinsgd.ac.id ↗, … Administrasi pemerintahan merupakan implementasi peraturan yang mengatur pemerintahan pada tiap aras pemerintahan … Jadi, implementasi UUD disebut administrasi pemerintahan negara … Presiden sebagai kepala negara juga adalah manager, bahkan top manager. Dalam hubungan inilah, timbul istilah manajemen kenegaraan atau manajemen pemerintahan daerah.[1]
Apa dan Bagaimana Keputusan TUN sebelum berlaku UU AP?
Sebelum UU AP berlaku, bisa dibilang subjek TUN (tergugat) hanya dalam lingkup eksekutif. Dalam UU Peratun hanya mengatur tentang Subjek Hukum dalam sengketa TUN (Tergugat) adalah eksekutif saja.
Namun, adanya UU Administrasi Pemerintahan menjadi diperluas pemaknaannya. Serta cakupan kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara.
Artinya, objek yang dapat digugat ke PTUN bukan hanya keputusan dari lembaga eksekutif. Mencakup Presiden, Menteri, Lembaga Negara Non-Kementerian, Gubernur, Bupati, Walikota, dan sebagainya. Namun juga keputusan yang dikeluarkan oleh legislatif dan yudikatif. Sepanjang memenuhi unsur-unsur KTUN ↗—atau sepanjang badan/pejabat TUN tersebut menyelenggarakan fungsi pemerintahan.
Dasar Hukum Perluasan Makna Keputusan Tata Usaha Negara
Menyambung uraian di atas, hadirnya UU AP, mengakibatkan perluasan makna keputusan tata usaha negara. Pemaknaan terhadap UU Peratun mengenai objek dan subjek KTUN menjadi diperluas. Keputusan TUN dimaksud yang bersifat konkret, individual, dan final, harus bersifat kumulatif.
Berbeda halnya dengan UU Administrasi Pemerintahan, menurut saya sudah tidak lagi bersifat kumulatif. Karena dalam UU Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 87 huruf d, menyebutkan.
“Yang dimaksud dengan ‘final dalam arti luas’ mencakup Keputusan yang diambil alih oleh Atasan Pejabat yang berwenang”.[2]
Kalimat “bersifat final dalam arti yang lebih luas” berakibat pula perluasan makna keputusan tata usaha negara.
Selain hal di atas, dalam UU Administrasi Pemerintahan, pemaknaan keputusan bukan lagi seperti pada UU Peratun. UU Administrasi Pemerintahan menyebutnya sebagai “tindakan faktual”.
Artinya, UU Administrasi Pemerintahan ini menyetarakan istilah keputusan dengan tindakan. Tindakan faktual merupakan istilah baru yang belum dikenal dalam UU sebelumnya. Meskipun secara teoritis sudah banyak dibahas oleh banyak ahli hukum administrasi.
Dalam hal ini, Pengadilan Tata Usaha Negara menangani objek berupa tindakan administrasi pemerintahan.[3]
Semula diuji oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Umum ↗ melalui Perbuatan Melawan Hukum oleh Pejabat ↗ (PMHP). Pengujian tersebut menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata. Bahkan dalam Pasal 85 UU Administrasi Pemerintahan telah disebutkan secara tegas. Pengajuan gugatan ↗ sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum tetapi belum diperiksa, dengan berlakunya Undang-Undang ini dialihkan dan diselesaikan oleh PTUN.[4]
Perluasan Makna Subjek (Tergugat)
Perluasan makna keputusan tata usaha negara juga terkait erat dengan perluasan subjek (tergugat). UU Administrasi Pemerintahan menjadi lebih luas pemaknaannya, terutama bukan saja badan/pejabat TUN pada eksekutif saja yang menjadi subjek dalam berperkara. Tetapi juga mencakup legislatif dan eksekutif.
Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan menyebutkan: Ruang lingkup pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang ini meliputi semua aktivitas:
- Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif;
- Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga yudikatif;
- Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga legislatif; dan
- Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang.
Perluasan Makna Objek KTUN
Perluasan makna keputusan tata usaha negara ini dipengaruhi oleh berkembangnya definisi objek KTUN. Sehingga berdampak pada kewenangan PTUN ↗ dalam memeriksa dan mengadili perkara.
Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 angka (7) UU AP, yang menyebutkan.
“Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 1 angka 18 menyebutkan: Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 di atas. Perluasan kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara ↗, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 87 sebagai berikut:
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 harus dimaknai sebagai:
- Penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;
- Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
- Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;
- Bersifat final dalam arti lebih luas;
- Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
- Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat.
Dengan adanya definisi di atas, maka perluasan makna keputusan tata usaha negara, setidaknya saat ini, merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Sebelum Berlakunya UU AP
Menurut Ridwan, Dkk. Ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1986, terlihat bahwa kompetensi PTUN sangat sempit. Hanya berkaitan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yang dinilai merugikan masyarakat. Keputusan sebagaimana diketahui harus bersifat kongkret, individual, dan final. Selain dari pada itu, PTUN tidak memiliki kewenangan untuk mengadilinya.
Kondisi di atas berjalan hingga hampir 20 tahun. Sejalan dengan semakin meningkatnya tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Dipengaruhi oleh paham negara kesejahteraan (walfare state).
Ditambah lagi dengan kewenangan pemerintah ↗ untuk melakukan diskresi. Yaitu kebebasan untuk mengambil kebijakan apabila tidak ada UU yang mengaturnya atau UU samar yang dimiliki oleh pemerintah.
Oleh karena itu, kompetensi PTUN yang terdapat di dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 dirasa sudah tidak relevan lagi. Karena terlalu sempit. Hanya mengadili keputusan yang bersifat kongkret, individual, dan final saja.[5]
Namun saat ini, kompetensi PTUN sudah tidak sempit lagi dengan adanya perluasan makna keputusan tata usaha negara.
Simpulan
Sebelum berlakunya UU Administrasi Pemerintahan, kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara masih sangat kecil. Peradilan TUN yang dapat memeriksa dan mengadili Keputusan TUN yang diterbitkan oleh Badan/Pejabat TUN yang bersifat Kongkret, Individual dan Final.
Namun, pasca berlakunya UU AP, perluasan makna Keputusan Tata Usaha Negara dan subjek TUN semakin meluas.
Dengan demikian, jenis perkara yang menjadi kewenangan PTUN pun menjadi banyak.
Untuk membedakan perluasan makna keputusan tata usaha negara dimaksud, dapat dilihat dalam tabel berikut:
Menurut Pasal 1 angka 9 UU Peratun | Menurut Pasal 87 UU AP |
Penetapan tertulis | Penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual |
Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara | Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya. |
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. | Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan AUPB. |
Bersifat final. | Bersifat final dalam arti lebih luas. |
Menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata. | Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum. |
Kongkret dan individual. | Keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat. |
Jadi, sudah tahu, kan perluasan makna keputusan tata usaha negara?
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Sahya Anggara, Ilmu Administrasi Negara: Kajian Konsep, Teori, dan Fakta dalam Upaya Menciptakan Good Governance., Pustaka Setia Bandung., Bandung, 2016.,Hlm., 158
[2] Lihat Penjelasan Pasal 87 huruf d UU AP.
[3] Lihat Pasal 1 angka 8
[4] Ridwan, Dkk, Perluasan Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, No. 2 Vol. 25, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta: 2018., hlm, 342-343.
[5] Op. Cit., hlm, 342.