Last Updated: 13 Mar 2022, 09:37 pm
Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara ↗, ada yang disebut pihak ketiga. Pihak ketiga dalam sengketa TUN ini biasa disebut intervensi. Baik kedudukannya sebagai Penggugat Intervensi maupun Tergugat Intervensi.
Dalam penyebutannya, berbeda dengan perkara perdata ↗. Pihak ketiga dalam sengketa TUN disebut Penggugat II Intervensi atau Tergugat II Intervensi.
Keduanya disebut pihak ketiga, yang masuk atas keinginan sendiri atau prakarsa hakim karena mempertahankan kepentingannya.
Artikel kali ini, khusus membahas tentang pihak ketiga dalam sengketa TUN. Apa dan bagaimana pihak ketiga, akan kita ulas secara sederhana.
Sebelum membahas lebih mendalam, mestinya memahami beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
Daftar Isi
Pihak Ketiga dalam Sengketa TUN
Untuk memperdalam materi artikel ini, terlebih dahulu saya membahas apa itu pihak ketiga dalam sengketa TUN.
Apa itu Pihak Ketiga?
Secara sederhana, pihak ketiga dapat disebut sebagai intervensi yaitu pihak ketiga yang berkepentingan dalam suatu sengketa pihak lain, yang sedang diperiksa oleh Pengadilan TUN ↗. Pihak yang berkepentingan dimaksud adalah seorang atau badan hukum perdata.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ↗) mendefinisikan intervensi adalah:
- campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara, dan sebagainya).
- upaya untuk meningkatkan kesehatan atau mengubah penyebaran penyakit
Pihak Ketiga dalam UU Peratun
Mengenai pihak ketiga dalam sengketa TUN ini, telah diatur melalui Pasal 83 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun).
Dalam ketentuan Pasal 83 UU Peratun tersebut berbunyi:
- Selama pemeriksaan persidangan ↗ berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara ↗, dan bertindak sebagai:
- pihak yang membela haknya; atau
- peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
- Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara sidang.
- Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan ↗ sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir ↗ dalam pokok sengketa.
Penjelasan dari ayat (1) dan (2) di atas sebagai berikut:
Pasal ini mengatur kemungkinan bagi seseorang atau badan hukum perdata yang berada di luar pihak yang sedang berperkara untuk ikut serta atau diikutsertakan dalam proses pemeriksaan perkara yang sedang berjalan. Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal sebagai berikut:
1. Pihak Ketiga Masuk dengan Kemauan Sendiri
Pihak ketiga dalam sengketa TUN itu dengan kemauan sendiri ingin mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan oleh putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan.
Untuk itu, ia harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang dituntutnya.
Putusan sela Pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam berita acara sidang.
Apabila permohonan itu dikabulkan, ia di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.
Apabila permohonan itu tidak dapat dikabulkan, maka terhadap putusan sela Pengadilan itu tidak dapat dimohonkan banding.
Sudah tentu pihak ketiga tersebut masih dapat mengajukan gugatan baru di luar proses yang sedang berjalan. Asalkan ia dapat menunjukkan bahwa ia berkepentingan untuk mengajukan gugatan TUN ↗ dan gugatannya memenuhi syarat.
2. Pihak Ketiga Masuk atas Permintaan Salah Satu Pihak
Adakalanya masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN, saat proses perkara yang sedang berjalan, karena permintaan salah satu pihak (penggugat atau tergugat).
Di sini, pihak yang memohon agar pihak ketiga itu diikutsertakan dalam proses perkara, bermaksud agar pihak ketiga selama proses tersebut bergabung dengan dirinya untuk memperkuat posisi hukum dalam sengketanya.
3. Masuknya Pihak Ketiga atas Prakarsa Hakim
Masuknya pihak ketiga ke dalam proses perkara yang sedang berjalan dapat terjadi atas prakarsa Hakim yang memeriksa perkara itu.
Penghapusan Gugatan Perlawanan
Dalam perkara perdata ↗, apabila pihak ketiga tidak masuk dalam sengketa, maka pihak ketiga yang berkepentingan tersebut dapat melakukan perlawanan.
Akan tetapi, pihak ketiga dalam perkara TUN berbeda. Hal demikian itu, sudah tidak memungkinkan.
Dahulu, apabila pihak ketiga yang merasa kepentingannya dirugikan, tetapi tidak masuk dalam sengketa, bisa melakukan perlawanan. Perlawanan tersebut dalam bentuk gugatan perlawanan. Hal ini digariskan dalam ketentuan Pasal 118 UU Peratun.
Namun, ketentuan Pasal 118 di atas telah dihapus melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peratun.
Sehingga gugatan perlawanan sudah tidak dimungkinkan lagi dilakukan oleh pihak ketiga yang belum pernah ikut serta selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan.
Antara Kepentingan dan Perlindungan Hukum
Kepentingan dimaksud di sini adalah pihak ketiga yang berhak. Misalnya, Penggugat memohon kepada pengadilan berupa pembatalan sertifikat hak atas tanah ↗ atas nama A. Maka, A memiliki kepentingan secara langsung dalam sengketa tersebut.
Namun ada satu kasus yang saya dapati, sertifikat hak miliknya dibatalkan pengadilan. Sementara yang bersangkutan tidak pernah diberitahu adanya sengketa. Dengan tidak diberitahu tersebut, artinya dia tidak masuk dalam sengketa yang diperiksa di pengadilan.
Pihak ketiga dalam sengketa TUN, menurut saya perlindungan hukumnya menjadi minus. Mengapa demikian? Karena ketentuan Pasal 118 di atas mengenai gugatan perlawanan telah dihapus.
Artinya, apabila pihak ketiga tersebut tidak mengetahui adanya sengketa yang berpotensi merugikan haknya, maka tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukannya.
Atau, apabila pihak ketiga yang berkepentingan belum pernah masuk dalam sengketa, maka tidak dapat mempertahankan kepentingannya. Inilah yang saya maksud perlindungan hukum pihak ketiga menjadi minus.
Untuk itu, hakim PTUN ↗ dituntut jeli melihat apakah dalam sengketa yang diajukan kepadanya berpotensi merugikan pihak ketiga atau tidak. Apabila ada pihak ketiga, maka hakim wajib memberitahukannya melalui surat panggilan.
Kapan Pihak Ketiga dalam Sengketa TUN Diikutsertakan?
Lantas, kapan pihak ketiga atau pihak yang berkepentingan dapat diakomodir masuk sebagai pihak dalam perkara yang sedang berjalan?
Menurut R.O.B. Siringoringo, Dkk[1], setidaknya ada 3 (tiga) hal yang mesti diperhatikan dalam masuknya pihak ketiga, antara lain:
- Prinsipnya, sesuai dengan Juklak MA, yang pada intinya bahwa pihak ketiga dapat masuk sebagai pihak sebelum tahap pembuktian.
- Apabila pihak ketiga telah pernah diberi penjelasan atau kesempatan mengenai hak-haknya sebagai intervenient, dan telah menyatakan tidak akan masuk sebagai pihak. Tetapi kemudian mencabut pernyataan tersebut dan berkehendak masuk sebagai pihak, maka permohonan tersebut harus ditolak. Apalagi setelah dimuat dalam berita acara sidang, sebaiknya didengar sebagai saksi.
- Pihak ketiga yang berkepentingan sebaiknya dipanggil/diberi penjelasan tentang hak-haknya pada tahap pemeriksaan persiapan.
Tata Cara Masuk Sebagai Pihak Intervensi
Contoh pada artikel pihak ketiga dalam sengketa TUN ini adalah tergugat. Sebagaimana disebutkan di atas, penyebutan tergugat sebagai pihak ketiga dalam sengketa TUN adalah Tergugat II Intervensi.
Apabila pihak intervensi lebih dari satu, maka penyebutannya Tergugat II Intervensi I, Tergugat II Intervensi II, Tergugat II Intervensi III, dan seterusnya.
Dalam praktik yang selama ini saya alami, hakim akan memanggil pihak ketiga tersebut melalui surat tercatat.
Misalnya dalam sengketa tanah. Penggugat dalam surat gugatannya memohon kepada pengadilan membatalkan sertifikat tanah karena tumpang tindih ↗, bernomor 1 atas nama A, nomor 2 atas nama B, dan nomor 3 atas nama C.
Maka, Hakim akan memanggil pihak ketiga atas nama A, B, dan C tersebut untuk hadir saat proses persidangan ↗. Panggilan pihak ketiga atas prakarsa Hakim kemudian, akan didengar keterangannya dan akan ditanyakan, “apakah masuk sebagai pihak dalam perkara tersebut atau tidak?”
Apabila ketiga subjek hukum A, B, dan C mau masuk sebagai pihak intervensi untuk membela haknya, maka yang bersangkutan harus membuat surat permohonan menjadi Tergugat Intervensi.
Praktik yang saya alami, bisa mengajukan permohonan melalui Hakim saat persidangan, bisa juga melalui persuratan di pengadilan.
Setelahnya, Hakim akan membuat putusan sela—apakah menolak atau menerima pihak A, B, dan C sebagai pihak intervensi. Apabila diterima, maka kedudukan A, B, dan C menjadi Tergugat II Intervensi I, Tergugat II Intervensi II, dan Tergugat II Intervensi III dalam sengketa tersebut.
Penutup
Masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN sebagai pihak intervensi sangat dimungkinkan. Dimungkinkan apabila pihak ketiga tersebut terbukti mempunyai kepentingan dalam sengketa yang sedang diperiksa.
Pihak ketiga dalam sengketa TUN masuk dalam sengketa selama pemeriksaan berlangsung. Baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan ↗, maupun atas prakarsa hakim.
Apabila pihak ketiga tersebut telah dipanggil, namun tidak ingin masuk sebagai pihak, maka dia tidak berhak mengajukan upaya hukum. Untuk itu, agar tetap terjaga hak-haknya, maka pihak ketiga sebaiknya bergabung dalam sengketa yang diperiksa.
Demikian. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Mempertanyakan Kekuatan Eksekutorial Putusan PTUN ↗
[1] R.O.B. Siringoringo, Dkk, Menjawab Permasalahan Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Ghalia Indonesia, Desember: 2011., hlm., 9.
apakah sama dengan saksi