Last Updated: 18 Mar 2022, 08:29 pm
Perceraian menjadi momok yang tak didambakan. Tak satu pun keluarga yang menikah hanya untuk cerai ↗. Akan tetapi, dalam perjalanan keharmonisan rumah tangga belum tentu utuh sampai hayat. Akhirnya, berujung pada perceraian. Alasan perceraian bermacam-macam.
Menurut H. Asmu’i Syarkowi, sebagaimana dikutip Badilag.mahkamahagung ↗, bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) mengenal “asas mempersulit terjadinya perceraian”.
Lebih lanjut, UU Perkawinan memang mengamanatkan kepada penegak hukum yang mempunyai kewenangan, agar berusaha secara sungguh-sungguh, mencegah terjadinya perceraian.
Oleh karena itu, bagi orang Islam, institusi penegak hukum yang diberi kewenangan adalah Peradilan Agama ↗. Maka, pengadilan ini pulalah yang berkewajiban mengambil peran ‘membolehkan’ atau ‘melarang’ seseorang bercerai.
Dari penjelasan di atas, mengisyaratkan bahwa ada upaya-upaya pengadilan untuk “mempersulit” suatu sengketa perceraian. Dengan kata lain, para hakim tidak ingin terjadi perceraian.
Namun, memang, ada hal-hal tertentu yang mengakibatkan rumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Pada akhirnya pengadilan melalui Hakim memutuskan hubungan perkawinan tersebut.
Setelah bersusah payah mencari jalan keluar—berdamai—tidak juga ditemukan titik temu, akhirnya dengan berat hati harus berpisah.
Untuk bercerai atau memutuskan hubungan perkawinan ↗ melalui pengadilan, tentu saja harus ada alasan. Alasan tersebut dituangkan dalam bentuk gugatan cerai ↗ bagi istri atau permohonan talak ↗ bagi suami.
Namun untuk pengajuan melalui Peradilan Umum ↗ dalam bentuk gugatan—khusus non-muslim.
Alasan tersebut harus berdasar. Untuk itu, artikel kali ini, hendak menyampaikan alasan perceraian yang umumnya terjadi. Tentu saja berpijak pada peraturan perundang-undangan ↗ yang berlaku.
Dalam artikel bisakah menikah lagi tanpa akta cerai ↗, saya sudah mengatakan bahwa perceraian sah apabila dilakukan di depan sidang pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Daftar Isi
8 Alasan Perceraian sebagai Dasar Gugatan atau Permohonan
Setidaknya ada 8 alasan perceraian yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan cerai[1].
Apa saja alasan perceraian dimaksud? Yuk simak daftarnya!
- Berbuat Zina, Pemabuk, Pemadat, Penjudi.
- Meninggalkan Tanpa Izin Selama 2 Tahun.
- Dipenjara Selama 5 Tahun atau Lebih.
- Melakukan KDRT.
- Cacat atau Terdapat Penyakit.
- Bertengkar Secara Terus Menerus.
- Suami Melanggar Taklik Talak.
- Murtad.
Dari delapan alasan perceraian di atas, kita bahas satu per satu.
1. Berbuat Zina, Pemabuk, Pemadat, Penjudi
Satu dari delapan alasan perceraian adalah karena salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan[2].
Poin ini ada beberapa hal yang menjadi alasan, yaitu zina, pemadat, penjudi, yang sulit untuk disembuhkan.
Pertama, zina—yang dilakukan salah satu pihak baik istri atau suami. Mengutip Drs. Sudono, MH. dalam laman Pengadilan Agama Blitar ↗, zina adalah bentuk penyaluran biologis yang dilarang dalam agama Islam dan termasuk perbuatan yang haram di mana pelakunya akan mendapat siksa jika tidak mendapatkan ampunan dari Allah S.W.T.
Dalam konteks pidana ↗, hal ini diatur Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya Pasal 284 KUHP atau 241 dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).
Jadi, ketika salah satu pihak melakukan zina, maka sudah dapat dijadikan alasan perceraian.
Kedua, pemabuk. Pemabuk yang sulit untuk dihentikan juga dapat dijadikan salah satu alasan perceraian.
Ketiga, pemadat. Saya mengilustrasikan pemadat ini sebagai pecandu obat-obatan terlarang seperti narkotika ↗.
Keempat, penjudi. Apabila salah satu pasangan melakukan judi dengan tidak menunjukkan adanya perbaikan diri, maka hal ini dapat dijadikan alasan perceraian.
Kelima, dan lain sebagainya. Sudono menginterpretasikan kalimat “dan lain sebagainya” ini antara lain liwath (homo seks), sahaq (lesbian), bestiality (menyetubuhi binatang), oral seks dengan pihak lain, dapat dijadikan alasan perceraian.
2. Meninggalkan Tanpa Izin Selama 2 Tahun
Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya.
Istri atau suami yang meninggalkan tempat kediaman selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin dari salah satu pihak dapat dijadikan alasan cerai.
3. Dipenjara Selama 5 Tahun atau Lebih
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
Ada beberapa kasus yang menceraikan pasangannya karena pasangan tersebut terjerat hukum. Namun, ada pula yang tetap setia dengan memilih terus merawat ikatan perkawinan hingga pasangan tersebut keluar dari penjara.
Tentu saja itu pilihan. Regulasi telah mengatur bahwa salah satu alasan cerai adalah salah satu pasangan mendapat hukuman 5 tahun penjara.
Baca Juga: Ini 10 Jenis-jenis Pidana dalam Aturan ↗
4. Melakukan KDRT
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain.
Ini kata lain dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga ↗ (KDRT). Dalam kasus-kasus perceraian, alasan cerai sering kita jumpai salah satu pasangan melakukan KDRT. KDRT memang sangat tidak bisa ditolerir menurut saya.
5. Cacat atau Terdapat Penyakit
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
Alasan cerai lainnya adalah apabila salah satu pihak terdapat penyakit yang sulit untuk disembuhkan.
6. Bertengkar Secara Terus Menerus
Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
Alasan cerai yang keenam ini adalah alasan yang paling umum kita jumpai. Perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus—terdapat beberapa penyebabnya. Salah satu penyebab adalah masalah ekonomi.
Masalah ekonomi tersebut kemudian mengakibatkan pertengkaran.
7. Suami Melanggar Taklik Talak
Selain 6 alasan cerai di atas, menurut ketentuan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI)[3], ada dua dasar perceraian lain salah satunya adalah suami melanggar taklik talak ↗.
Taklil talak adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang[4].
Setelah akad nikah dilangsungkan, sang suami membaca taklik talak yang terdapat dalam buku nikah. Pernyataan sighat taklik antara lain:
- Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun secara berturut-turut.
- Tidak memberikan nafkah wajib kepada istri saya selama 3 (tiga) bulan lamanya.
- Menyakiti badan/jasmani istri saya;
- Membiarkan atau tidak memedulikan istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih.
Kemudian apabila istri tidak ridho, dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama ↗.
8. Murtad
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya tidak rukun dalam rumah tangga. Alasan perceraian karena murtad atau pindah agama ini setidaknya ada dua unsur di dalamnya.
Pertama, pindah agama yang dilakukan oleh salah satu pihak. Kedua, mengakibatkan rumah tangga tidak rukun—yang disebabkan adanya pindah agama tersebut.
Penutup
Perceraian suatu peristiwa yang tidak diinginkan. Akan tetapi, apabila sebuah rumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi, maka satu-satunya jalan adalah cerai ↗.
Untuk cerai, haruslah ada alasannya. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, ada 8 alasan cerai yang dapat dijadikan dasar untuk diajukan ke Pengadilan Agama. Alasan cerai tersebut antara lain: pertama, salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi, yang sulit disembuhkan.
Kedua, salah satu pihak meninggalkan tempat kediaman tanpa izin pihak lain selama 2 tahun berturut-turut. Ketiga, salah satu pihak dipenjara selama 5 tahun atau lebih. Keempat, salah satu pihak melakukan KDRT. Kelima, salah satu pihak terdapat cacat atau penyakit yang sulit disembuhkan.
Keenam, bertengkar secara terus menerus yang sulit bersatu kembali. Ketujuh, suami melanggar taklik talak. Kedelapan, salah satu pihak murtad, yang mengakibatkan keharmonisan rumah tangga terganggu.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan.
[2] Lihat Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
[3] Lihat Pasal 116 huruf g dan h KHI.
[4] Lihat Pasal 1 huruf e KHI.