Permasalahan badan hukum baik berupa perseroan, yayasan, perkumpulan, atau koperasi, telah banyak bersengketa di Pengadilan ↗. Sengketa badan hukum ini biasanya diajukan di Pengadilan Negeri atau di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun demikian, beberapa kasus sengketa badan hukum berujung pada putusan akhir gugatan tidak dapat diterima ↗. Sebab, bukan merupakan kewenangan pengadilan dimaksud.
Untuk itu, artikel ini hendak membahas tentang sengketa badan hukum—dalam status seperti apa menjadi kewenangan Peradilan Umum ↗ dan status jenis bagaimana menjadi kewenangan PTUN.
Sebelum membahas lebih mendalam, simak definisi-definisi berikut ini:
Daftar Isi
Apa itu Sengketa?
Sengketa adalah pertikaian; perselisihan; sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; sebuah konflik yang berkembang atau berubah menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya baik secara tidak langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain; Pernyataan publik mengenai tuntutan yang tidak selaras atau inconsistent claim terhadap sesuatu yang bernilai[1].
Secara etimologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ↗, sengketa adalah:
- n sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan: perkara yang kecil dapat juga menimbulkan — besar; daerah — daerah yang menjadi rebutan (pokok pertengkaran)
- n pertikaian; perselisihan: — di dalam partai itu akhirnya dapat diselesaikan dengan baik
- n perkara (dalam pengadilan): tidak ada — yang tidak dapat diselesaikan
Dengan demikian, sengketa adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang diselesaikan melalui pengadilan.
Apa itu Badan Hukum?
Badan hukum adalah organisasi, perkumpulan atau yang lainnya di mana pendiriannya dilakukan dengan akta autentik dan oleh hukum diperlakukannya sebagai persona atau sebagai orang; suatu badan yang dapat memiliki harta kekayaan, hak, serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.[2]
Badan Hukum menurut KBBI ↗ adalah: badan (perkumpulan dan sebagainya) yang dalam hukum diakui sebagai subjek hukum (perseroan, yayasan, lembaga, dan sebagainya)
Menurut Wikipedia, Badan Hukum ↗ dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang autentik dan dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban atau disebut juga dengan subyek hukum.
Badan hukum yang dimaksud dalam artikel ini adalah sebuah badan baik berbentuk perseroan, perkumpulan, yayasan atau koperasi yang didirikan melalui akta autentik yang kemudian diberikan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Sengketa Badan Hukum di Pengadilan
Sebagaimana dalam artikel Perkara yang menjadi kewenangan PTUN ↗, salah satunya adalah sengketa badan hukum. Namun kali ini membahas tentang sengketa badan hukum di PTUN dan di Pengadilan Negeri.
Dan, agar tidak meluas, ruang lingkup pembahasan dalam artikel ini, sebagaimana dimaksud dalam judul adalah dualisme kepengurusan dalam satu badan hukum.
Sengketa Badan Hukum di Pengadilan Negeri
Mengenai sengketa badan hukum di Pengadilan Negeri biasanya menyangkut sengketa tentang sah atau tidaknya Anggaran Dasar (AD) ↗ atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sengketa ini tentu saja bersifat privat. Artinya, dasar keluarnya AD dan RUPS didasarkan hukum privat, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Apabila terjadi hal demikian itu, maka sengketa badan hukum dimaksud menjadi kewenangan Peradilan Umum. Atau bisa saja menjadi kewenangan lembaga lain, misalnya dalam sengketa internal partai politik.
Sengketa Badan Hukum di PTUN
Apabila secara substansi mempermasalahkan pengesahan suatu badan hukum, maka menjadi kewenangan PTUN untuk memeriksa dan mengadilinya. Pengesahan dimaksud misalnya pengesahan pendirian perseroan atau yayasan, pengesahan perubahan Anggaran Dasar (AD), atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) suatu badan hukum.
Sepanjang dasar yang digunakan oleh Menteri, terkait dengan pengesahan AD atau RUPS dimaksud adalah norma-norma hukum publik, maka keputusan tersebut adalah keputusan tata usaha negara ↗.
Dengan kata lain, apabila yang dipermasalahkan di PTUN menyangkut pengesahan suatu badan hukum, maka unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara ↗ sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka (9) Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara ↗ dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah terpenuhi.
Namun demikian, meskipun keputusan tentang pengesahan perubahan AD, RUPS, atau pendirian badan hukum, mesti diperhatikan pula dalil-dalil yang disusun dalam gugatan ↗. Seperti dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 171/G/2016/PTUN-JKT, tanggal 29 November 2016. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut menyebutkan:
“Meskipun objek sengketa adalah Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Susunan Kepengurusan Partai, yang merupakan KTUN. Akan tetapi, dalil-dalil gugatan Para Penggugat serta bukti-bukti yang diajukan oleh Para Penggugat tidak terlalu tampak pelanggaran-pelanggaran apa yang didalilkan telah dilakukan oleh Tergugat.”
Dalam putusan akhir ↗, Pengadilan menyatakan tidak menerima gugatan para Penggugat, karena bukan sebagai kewenangan PTUN.
Penegasan Sengketa Badan Hukum di Pengadilan
Mencermati uraian di atas, jelas secara substansi berbeda tujuan pengadilan mengenai masalahnya. Apabila yang dipermasalahkan keabsahan AD atau RUPS, menjadi kewenangan PN. sementara mengenai keabsahan pengesahan AD atau RUPS atau sejenisnya menjadi kewenangan PTUN.
Mengenai permasalahan kewenangan pengadilan, Mahkamah Agung mengeluarkan beberapa ketentuan untuk menegaskan pengadilan mana yang berwenang mengadili suatu sengketa tertentu.
SEMA Nomor 10 Tahun 2020
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Hasil Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Peradilan (SEMA Nomor 10 Tahun 2020). SEMA Nomor 10 Tahun 2020 ini mengatur antara lain:
- Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Anggaran Dasar (AD) dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) suatu Perseroan Terbatas (PT) yang berkaitan dengan norma-norma hukum publik merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara;
- Sengketa tentang sah atau tidaknya Anggaran Dasar (AD) dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang bersifat privat merupakan kewenangan Peradilan Umum.
SEMA Nomor 3 Tahun 2018
SEMA Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Hasil Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan menentukan antara lain:
- Pengujian surat keputusan ↗ tata usaha negara yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI terhadap pengesahan badan hukum tidak hanya meliputi aspek formal administratif badan hukum dan perijinannya saja. Akan tetapi, juga harus dipertimbangkan itikad baik, riwayat pendirian, dan perubahan kepengurusan suatu badan hukum untuk menentukan siapa yang berhak bertindak untuk dan atas nama badan hukum atau organ badan hukum tersebut;
- Surat keputusan tentang pengesahan badan hukum yang baru tidak serta merta menghilangkan eksistensi dan hak-hak pemegang saham/pengurus lama yang tetap atau tidak didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM RI.
Penutup
Dari uraian di atas, dapat diambil simpulan: pertama, pihak yang keberatan terhadap sah atau tidaknya AD atau RUPS, sengketa diajukan ke Pengadilan Negeri.
Kedua, pihak yang tidak menerima pengesahan AD atau RUPS oleh lembaga pemerintah yang berwenang dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, pengujiannya dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, Reality Penerbit, Cetakan I, Surabaya: 2009., hlm., 560.
[2] Ibid., hlm., 78.