Lompat ke konten

Upaya Hukum atas Sikap Diam Badan atau Pejabat Pemerintahan

Bacaan 4 menit
upaya hukum atas sikap diam badan atau pejabat pemerintahan
ilustrasi.

Pertanyaan: kami telah mengajukan surat permohonan kepada pemerintah A agar dia melaksanakan apa yang kami mohonkan. Akan tetapi, sudah sebulan permohonan tersebut tidak ditanggapi. Upaya apa yang harus kami lakukan?

Pertanyaan serupa seperti ini: upaya hukum apa yang harus dilakukan apabila surat permohonan untuk melakukan sesuatu tidak ditindaklanjuti oleh badan atau pejabat tata usaha negara?

Pertanyaan di atas dapat diartikan sebagai sikap diam atau pejabat pemerintahan tersebut tidak melakukan tindakan pemerintahan sebagaimana kewajibannya.

Sebelum membahas pertanyaan di atas, terdapat peraturan perundang-undangan yang relevan dengan sikap diam pejabat pemerintahan dimaksud.

Peraturan Perundang-undangan Terkait dengan Sikap Diam Pejabat Pemerintahan

Menjawab pertanyaan tersebut, Rifaihadi.com merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan. Pertama, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU Administrasi Pemerintahan).

Kedua, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad), (selanjutnya disebut Perma No. 2 Tahun 2019).

Sikap Diam Pejabat Pemerintahan Masuk Kategori Tindakan Faktual

Munculnya UU Administrasi Pemerintahan dan Perma No. 2 Tahun 2019 mengubah kewenangan absolut peradilan dalam memeriksa dan mengadili sengketa tindakan faktual. Salah satunya adalah sikap diam pejabat pemerintahan yang kini beralih menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara.

Mengapa demikian? Karena dalam ketentuan Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan menyebutkan pada pokoknya, salah satu keputusan tata usaha negara juga mencakup penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual.

Lebih lanjut, dalam ketentuan Pasal 11 Perma No. 2 Tahun 2019 menyebutkan: “Perkara Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Negeri harus menyatakan tidak berwenang mengadili”.

Pada penjelasan umum alinea ke lima UU Administrasi Pemerintahan menyebutkan Warga Masyarakat juga dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan kepada Peradilan Tata Usaha Negara.

Sikap Diam Badan atau Pejabat Pemerintahan

Sikap diam atau tidak memberikan tanggapan atau jawaban atas surat permohonan warga masyarakat dapat juga disebut sebagai suatu bentuk tindakan inaktif (omission). Tindakan omission ini merupakan tindakan tidak melakukan perbuatan konkret yang menjadi kewajiban hukum (obligation of law) oleh badan atau pejabat yang berwenang untuk itu.

Mengutip I Putu Agus Prapta Adiyasa, Dkk dalam Jurnal Ilmu Hukum Kerta Wicara, Vol. 07, No. 03, Mei 2018 menyebutkan bahwa “… sikap diam dari badan atau pejabat tata usaha negara sebagai suatu KTUN … adanya sikap diam badan atau pejabat tata usaha negara demi hukum dimaknai sebagai suatu penolakan terhadap permohonan yang diajukan orang atau badan hukum perdata kepada Badan atau Pejabat ….”

Apabila tindakan faktual dilakukan oleh pejabat pemerintahan padahal hal tersebut menjadi kewenangannya, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum.

Contoh Kasus Sikap Diam Badan atau Pejabat Pemerintahan

Untuk membuat terang dalam hal menjawab pertanyaan di atas, alangkah baiknya memberikan contoh kasus sebagai berikut:

Tuan A mengajukan permohonan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada instansi terkait yang berwenang. Namun hingga batas waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, instansi tersebut tidak menanggapi permohonan Tuan A. Padahal, Tuan A dalam permohonannya juga telah melampirkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:

  1. Formulir permohonan;
  2. Fotokopi KTP;
  3. Fotokopi IPPT;
  4. Fotokopi siteplan;
  5. Gambar teknis rencana bangunan;
  6. Fotokopi Bukti kepemilikan tanah;
  7. Fotokopi SPPT tahun terakhir;
  8. Serta persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Sikap diam instansi tersebut disebut sebagai tindakan inaktif (omission), sehingga dapat disebut melakukan perbuatan melanggar hukum.

Apa itu Perbuatan Melanggar Hukum

Dalam artikel “Apa itu Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa” sudah dijelaskan, yaitu tindakan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya yang melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu perbuatan kongkret dalam, sehingga berakibat kerugian terhadap orang atau badan hukum perdata.

Jadi, sikap diam instansi tersebut merupakan tindakan yang tidak melakukan perbuatan kongkret padahal menerbitkan IMB adalah kewenangannya.

Upaya Hukum Jika Badan atau Pejabat Pemerintahan Memilih Sikap Diam

Lantas, apa yang harus dilakukan jika ternyata badan atau pejabat pemerintahan tidak merespons atau tidak menanggapi atau memilih sikap diam atas permohonan yang diajukan?

Ada beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan jika terdapat sikap diam badan atau pejabat pemerintahan.

Lakukan Keberatan

Berdasarkan ketentuan Pasal 77 UU Administrasi Pemerintahan Keputusan dapat diajukan keberatan dalam waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak diumumkannya Keputusan tersebut oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Keberatan diajukan secara tertulis kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan. Apabila keberatan tidak juga ditanggapi, maka ajukan gugatan.

Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Merujuk Pasal 2 ayat (1) Perma No. 2 Tahun 2019 menyebutkan: perkara perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara.

Tata Cara Mengajukan Gugatan

Warga masyarakat dapat mengajukan gugatan Tindakan Pemerintahan secara tertulis kepada Pengadilan yang berwenang dengan menyebutkan alasan[1]:

  1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan
  2. Bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Gugatan diajukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak Tindakan Pemerintahan dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan[2]. Selama warga masyarakat menempuh upaya administratif, tenggang waktu 90 hari terbantar sampai keputusan upaya administratif terakhir diterima[3].

Demikian. Semoga bermanfaat.


[1] Lihat Ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Perma No. 2 Tahun 2019.

[2] Lihat Ketentuan Pasal 4 ayat (1) Perma No. 2 Tahun 2019.

[3] Lihat Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Perma No. 2 Tahun 2019.

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Exit mobile version